tav

23 December 2011

MASIH ADAKAH ??


Tulisan ini hanya sekedar bahan pemikiran dan iktibar.

Kemarin, sekitar 2 hari yang lalu, Media Indonesia melalui EDITORIAL METRO PAGI mengangkat permasalahan tentang Kepemimpinan. Di situ dikatakan bahwa Kepemimpinan merupakan Fungsi dan bukan Status. Hal ini berkenaan dengan tradisi pengunduran diri para pemimpin di negara Jepang yang tidak sanggup mengemban fungsi jabatannya. Terakhir pengunduran diri PM Jepang 1 minggu yang lalu yang disebabkan gagalnya memindahkan Angkatan Laut AS di negara tersebut.

Adakah kebiasaan dan tradisi tersebut hinggap di Indonesia? Yang ada justri kebalikannya.Tradisi Pemimpin “tidak pernah dan tidak akan salah” jadi “falsafah” dinegara yang MAYORITAS beragama ISLAM.
Mengapa ? Tidak lain karena Jabatan pemimpin bagi mereka merupakan STATUS bukan FUNGSI. Status tentu akan dipertahankan kalau perlu hingga ke anak cucu. Mulai dari adiknya, istrinya (walau saling bersaing), engkongnya dan seterusnya. Dengan cara apapun yang penting “Jangan sampai tidak berstatus”. Subhanallah, Maha Suci Engkau ya Allah.
Andai jabatan itu merupakan FUNGSI, tentu kalau tidak berfungsi ya.... tinggalkanlah dan berikan kepada yang masih “berfungsi”. Fair khan? “benarlah, tapi itu nanti di surga”. Uh.

Banyak hal yang menarik yang saya amati dalam proses maupun hasil pemilihan pejabat. Ada yang sangat ambisi menjadi pejabat sehingga dia berupaya melalui segala cara untuk mendapatkan posisi tertentu (bahkan katanya sampai ke dukun). Ada pula yang sebenarnya memiliki potensi dan diperkirakan lebih mampu memegang suatu jabatan tapi karena tidak disukai (entah itu karena dinilai terlalu vokal atau susah dikendalikan atau pernah bersinggungan secara pribadi) akhirnya sangat susah untuk bisa menduduki jabatan. Ada pula yang setelah berupaya dengan segala cara (termasuk memfitnah) tapi toh tidak terpilih juga, akhirnya menebarkan fitnah, caci maki, dan segala prasangka buruknya. Masya Allah...Sebenarnya apa yang mereka cari dengan jabatan tersebut?

Sementara Rasulullah pernah bersabda perihal amanah ini yang antara lain :

Sekali waktu pernah Abu Dzar sahabat beliau bertanya kepada Nabi Muhammad SAW,”Wahai Rasulullah, tidakkah engkau memberiku jabatan?” Kemudian Rasulullah menepuk pundak Abu Dzar, lalu beliau bersabda, ‘’Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau itu lemah, sedangkan jabatan itu amanah, dan jabatan itu akan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari kiamat, kecuali bagi orang yang memperolehnya dengan benar dan melaksanakan kewajiban yang diembankan kepadanya.'’

Padahal, Rasululloh SAW sudah ‘mengancam’ orang2 yg memberi jabatan bukan kepada orang yg kompeten, “Barangsiapa yang mengangkat seseorang (untuk suatu jabatan) karena semata-mata hubungan kekerabatan dan kedekatan, sementara masih ada orang yang lebih tepat dan ahli daripadanya, maka sesungguhnya dia telah melakukan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman”. (HR al-Hakim).

Saya merenung, ternyata banyak orang tidak sadar bahwa jabatan adalah amanah yang harus mereka pertanggungjawabkan dihadapan orang yang memberikan dan mempercayakan amanah tersebut (bawahannya atau masyarakat) dan dihadapan Allah SWT.

Banyak yang melekat pada apa yang diamanahkan dalam jabatan tersebut. Menjadi seorang pejabat artinya siap menjadi pemimpin. Menjadi seorang pemimpin berarti berani bertanggungjawab dan harus mampu mengorganisir sedemikian rupa sumberdaya (manusia, bahan, barang, dsb) yang ada dalam organisasi tersebut agar bisa termanfaatkan dan dimanfaatkan serta membawa kemaslahatan bersama.

Selain itu, pemimpin harus mampu mengupayakan perbaikan kesejahteraan bersama (dia dan orang yang dipimpinnya). Seorang pemimpin harus pula memiliki pandangan luas ke depan, hati yang luas untuk mampu menerima segala kritik dan saran, serta tidak mencampuradukkan antara kepentingan (keinginan, dendam, penilaian) pribadi dengan kepentingan bersama. Pemimpin juga harus bisa menjadi contoh atau panutan bagi yang dipimpinnya. Pemimpin haruslah mampu menciptakan kenyamanan, keamanan, dan ketenangan di lingkungannya. Yang tidak kalah penting adalah pemimpin haruslah mampu bersikap adil. Pemimpin juga haruslah yang cerdas...dan masih banyak lagi. Tapi,..memang di dunia seperti sekarang ini adakah pemimpin ideal?

Seandainya mereka sadar akan apa yang harus melekat pada jabatan tersebut dan kelak dihadapan Allah mereka dihisab, mungkin tidak banyak orang mau menjadi pejabat dan sejauh mungkin menghindar untuk jadi pejabat.....

Dengan melihat hadits dan tindakan Rasululloh SAW, haruskah mereka bersyukur menjabat sebagai pemimpon ? Jika mereka memang kompeten dan ahli di bidangnya, ‘bolehlah’ mereka BERSYUKUR karena itu berarti mereka DIBERI KESEMPATAN BISA MENERAPKAN ILMU dan KEAHLIAN MEREKA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT.

Menurut Islam, jika seseorang merasa dirinya tidak kompeten, SEHARUSNYA DIA TIDAK MENERIMA JABATAN APAPUN YG DITAWARKAN. Terlebih menjadi pemimpin bagi masyarakat banyak. Jika salah langkah, alih2 membantu membantu, masyarakat malah akan menderita sehingga mengecam dan meminta mundur. Bisa dibayangkan, di akhirat kelak, berapa banyak masyarakat, yg menderita karena salah kebijakannya, menuntut dan meminta keadilan.

Saat ini...jabatan adalah posisi yang seolah-olah menjanjikan kemakmuran, kehormatan, dan kemudahan mendapatkan akses bagi kepentingan hidupnya.

Adakah para pejabat itu sadar tentang amanah dibalik jabatannya dan perhitungan dari Allah? Ada, tapi sekali lagi itu mungkin di surga.... atau hanya illusi sang kebaikan? Entahlah.......

Share This


Like This