Menyikapi suatu kemungkaran
Salah seorang sahabatku pernah mengatakan satu kalimat yang hingga sekarang tak pernah kulupakan, karena kalimat tersebut sangat indah namun sangat sulit untuk diterapkan dalam kurun waktu yang singkat. Kalimat tersebut membutuhkan strategi yang baik dan pantas. Walaau bahasanya mungkin terkesan tidak enak namun tujuannya sungguh mengenakan.
Kalimat tersebut setelah kuramu bunyinya kira-kira seperti ini : “tamparlah mukanya namun jangan sampai sakit karena tamparanmu”.
Kalimat tersebut
jua-lah yang menggerakan jemariku untuk menyusun rangkaian kalimat yang mungkin
tidak mengenakan sebahagian, mungkin juga mengenakan sebahagian lainnya.
Berangkat dari fenomena “Eyang Subur” yang bersiteru dengan Adi Bing Slamet cs, sungguh merupakan bukti nyata ketidakbijaksanaan. Terlepas siapa yang salah dan siapa yang benar. Dan tulisan ini juga bukan sebagai “pentungan” untuk memukul siapa, namun sekedar berbagi ingat dan mengingatkan.
Berangkat dari fenomena “Eyang Subur” yang bersiteru dengan Adi Bing Slamet cs, sungguh merupakan bukti nyata ketidakbijaksanaan. Terlepas siapa yang salah dan siapa yang benar. Dan tulisan ini juga bukan sebagai “pentungan” untuk memukul siapa, namun sekedar berbagi ingat dan mengingatkan.
Kita yang masih menyandang predikat “manusia” tidaklah diadakan untuk menilai orang lain. Tidak. Kita hanya diperintahkan berbakti dengan segala yang ada untuk menunjukan kebesaran Tuhan Yang Maha Besar. Kesalahan yang dinilai dari unsur yang dominan bersipat subjektif. Kesalahan dinilai dari cara membandingkan satu kesalahan dengan kesalahan lain. Kesalahan hanya dinilai dengan ketidakpopuleran kesalahan tersebut dengan kesalahaan lain. Kesalahan ya...apapun tetaplah kesalahan jika keluar dari makhluk yang namanya manusia.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna, selalu ada kelemahan dan kekurangannya. Itu predikat manusia. Setiap manusia mesti mempunyai kesalahan dan sebaik-baik mereka adalah yang bertaubat kepada Allah, menyadari kesalahannya, lalu menyesal dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Oleh karena itu, nasehat-menasehati menuju kebenaran harus digalakkan. Tinggal bagaimana mekanismenya.
Lihatlah
bagaimana Allah Tuhan Yang Maha Lembut
memerintahkan nabi-Nya untuk berdakwah kepada seorang Fir’aun. Bayangkan,
seorang Hitler yang hanya membuat Eropa berkecamuk dalam perang besar dan
memakan korban jutaan jiwa sudah digambarkan sebagai orang yang paling bengis
di dunia, seorang Stalin yang hanya bertanggung jawab atas kematian massal
jutaan rakyatnya sudah dikategorikan sebagai diktator kejam berdarah dingin.
Bagaimana dengan Fir’aun, yang merupakan penguasa terbesar di zamannya, yang
telah memaksa manusia sujud kepadanya, yang tega membunuh bayi yang baru keluar
dari perut ibunya?
Tetapi
lihat, apakah Allah kemudian menyuruh Nabi Musa dan Harun untuk langsung
melaknatnya? Tidak. Allah menyuruh mereka untuk berdakwah, untuk menyampaikan
kebenaran di hadapan Fir’aun.
Dan
bagaimana mereka harus menyampaikan kebenaran itu? Apakah dengan
pemberontakkan? Apakah dengan sumpah serapah? Apakah dengan cacian dan makian? Sungguh,
tidaklah mereka diperintahkan berdakwah kecuali dengan cara yang lemah lembut.
Lihatlah bagaimana
Allah ‘azza wa jalla memerintahkan nabi-Nya untuk berdakwah kepada seorang
Fir’aun. Bayangkan, seorang Hitler yang hanya membuat Eropa berkecamuk dalam
perang besar dan memakan korban jutaan jiwa sudah digambarkan sebagai orang
yang paling bengis di dunia, seorang Stalin yang hanya bertanggung jawab atas
kematian massal jutaan rakyatnya sudah dikategorikan sebagai diktator kejam
berdarah dingin. Bagaimana dengan Fir’aun, yang merupakan penguasa terbesar di
zamannya, yang telah memaksa manusia sujud kepadanya, yang tega membunuh bayi
yang baru keluar dari perut ibunya? Masya Allah...super banget deh!
Tetapi lihat, apakah
Allah kemudian menyuruh Nabi Musa dan Harun untuk langsung melaknatnya? Tidak.
Allah menyuruh mereka untuk berdakwah, untuk menyampaikan kebenaran di hadapan
Fir’aun.
Dan bagaimana mereka
harus menyampaikan kebenaran itu? Apakah dengan pemberontakkan? Apakah dengan
sumpah serapah? Apakah dengan cacian dan makian? Sungguh, tidaklah mereka
diperintahkan berdakwah kecuali dengan cara yang lemah lembut.
Bagi yang dinasehati
seharusnya ia berterima kasih kepada orang yang telah menunjukkan kekurangan
dan kesalahannya, hanya saja hal ini jarang terjadi.
Pada umumnya manusia
tidak suka dipersalahkan, apalagi kalau teguran itu disampaikan kepadanya
dengan cara yang tidak baik. Maka seorang pemberi nasehat haruslah mengetahui
metode yang baik agar nasehatnya dapat diterima oleh orang lain. Di antara
metode nasehat yang baik adalah memberi nasehat kepada orang lain secara
rahasia, tanpa diketahui oleh orang lain.
Saya yakin tulisan
semacam ini sudah banyak dan sudah sering didengar, dibaca maupun disampaikan
namun dalam kesempatan ini saya akan kembali menyampaikan semata-mata karena
tidak ingin “trade mark” fenomena publikasi tentang kejelekan dan aib ini
dianggap cara Islami sekalipun yang melakukannya adalah seorang Islam.
"Nasehat itu
merupakan kewajiban manusia atas manusia lainnya dalam rangka Hablumminannas wa
hablum minallah. Adab menyampaikan
nasehat
Dalam satu riwayat disebutkan (jadikan i’tibar)
Suatu hari ada seseorang yang menemui Khalifah Harun Al Rasyid kemudian berkata, “Wahai Harun, aku akan berbicara kepadamu dengan keras, dan aku ingin menasihatimu!” Kemudian Harun Al Rasyid menjawab,
“Wahai Fulan, aku
tidak mau mendengar perkataanmu itu. Sebab aku tidaklah lebih jahat dari
Fir’aun dan engkau pun tidak lebih baik dari Musa ‘alaihissalam. Padahal Allah
ta’ala telah memerintahkan Musa untuk berkata pada Fir’aun dengan perkataan
yang lembut”
Banyak berkaca bisa jadi memberikan kewaspadaan terhadap apa yang akan kita ucapkan dan yang kita lakukan.
“Barang siapa menutupi aib saudaranya (yang muslim), maka Alloh akan menutupi aibnya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang membuka aib saudaranya maka Alloh akan membuka aibnya, sehingga Alloh akan mempermalukannya lantaran aibnya, sehingga ia merasa malu di rumahnya sendiri.”
Share This
Like This
No comments :
Post a Comment
Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan