Berbagai macam tragedi dan musibah yang melanda negeri tercinta Indonesia akhir-akhir ini bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya, pasti ada penyebabnya. Berulang-ulang musibah terjadi baik dari banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, badai, dan yang terakhir tanah longsor yang merengut puluhan jiwa di Banjarnegara. Sungguh satu peristwa yang sangat menyayat hati, sedih bercampur bingung dan bertanya, mengapa semua itu bisa terjadi ?
Sadar atau tidak sadar, kita sendirilah yang menginginkan semua musibah itu terjadi. Kita menginginkan hal tersebut terjadi dengan perbuatan bukan dengan ucapan.
"Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman." QS.28.Al-Qashash : 59
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka
dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (QS. An Nissa [4] : 79
Belum cukupkah semua yang terjadi ini menjadi pelajaran bagi kita ?
Banyak artikel yang membicarakan mengenai peringatan, cobaan, ujian dan azab yang diberikan Allah kepada manusia melalui berbagai macam sebab. Bencana yang datang secara beruntun menimbulkan berbagai persepsi. Sebagian kawan bilang ini adalah ujian dari Allah. Sebagian lagi mengatakan bahwa ini adalah cobaan. Dan sebagian lainya mengatakan ini adalah azab alias siksa. Manakah yang benar? Kita sedang diuji oleh Allah, atau sedang dicobai ataukah sedang disiksa. Masing-masing memberikan konsekuensi yang berbeda...
Dalam kaitannya dengan bencana, Peringatan, diberikan kepada orang-orang yang merasakan bencana atau musibah namun tidak terkena langsung. Peringatan ini satu bentuk kasih sayang Allah agar yang bersangkutan tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan azab Allah.
Cobaan, ia menjelaskan, hampir sama dengan ujian. Akan tetapi memiliki konotasi yang agak berbeda. Jika ujian menjurus pada kenaikan tingkat, maka cobaan terkesan hanya mencoba apakah kita bisa bertahan.
Sedangkan azab alias siksaan, katanya lagi, memiliki konotasi yang negatif. Masalah diberikan kepada seseorang disebabkan ia telah melakukan kesalahan atau kejahatan. Besar kecilnya azab bergantung kepada besar kecilnya kesalahan yang diperbuat.
Jika kita mau berpikir sejenak perhatikanlah apa yang selama ini sudah kita lakukan terhadap alam. Ekploitasi alam dilakukan tanpa pertimbangan keseimbangan.
Kita dengan santainya merambah hutan yang menjadi paru-paru bumi dan menopang air tanah tanpa memperdulikan sedikitpun “kemarahan”nya. Sadar atau tidak sadar, hal tersebut mengundang banjir dan tanah longsor.
Kita dengan bebasnya memusnahkan mangrove dipantai untuk kepentingan sesaat tanpa memperdulikan fungsi dan manfaat yang lebih luas. Sadar atau tidak sadar kita mengundang angin besar memasuki daratan.
Kitapun dengan gagahnya menimbun pantai (reklamasi) dengan alasan klise membangun untuk kepentingan bangsa tanpa mempertimbangkan akibat sedimentasi laut dan lebih besar. Dan sadar atau tidak sadar kita mengurangi daya yampung air laut yang pada akhirnya melanda daratan dimana kita berada. Sadar atau tidak sadar, kita “meminta” bala bencana kepada Tuhan dengan tangan dan perbuatan kita.
Jika terjadi bencana, siapa yang pantas disalahkan ?
Sekali lagi, berbagai macam bencana yang terjadi, sebagian besar mengganggap hal itu satu ujian, satu peringatan, satu cobaan bahkan bala dari Allah kepada manusia. Terlepas dari rasa keimanan yang tertanam dalam dada seseorang, bencana tetaplah bencana yang akan melanda seluruh yang dilewatinya. Tak peduli baik buruknya seseorang, kaya miskinnya seseorang dan lain sebagainya.
Melengkapi berbagai artikel tentang bencana yang terjadi yang dikaitkan dengan maksud didatangkannya bencana tersebut dapatlah dikategorikan menjadi beberapa bagian :
Kepada siapa bencana itu menjadi peringatan.
Peringatan bermakna satu nasihat (teguran) untuk memperingatkan. Mereka yang berpikirlah yang dapat mengambil hikmah dari peringatan tersebut. Bencana akan menjadi satu peringatan dan teguran kepada mereka yang menyaksikan, mendengar kabar, sehingga mereka akan siap sedia jika satu waktu bencana tersebut menghampirinya. Mereka tidak mengalami langsung bencana yang terjadi namun merasakan betapa menakutkannya bilamana bencana tersebut mereka alami. Bencana tersebut menjadi kabar untuk dipelajari sebab musababnya agar tidak terulang kembali. Satu tindakan preventif yang mereka buat akibat adanya bencana tersebut. Bagi mereka yang mau berpikir, bencana akan menjadi pelajaran dan iktibar penting dalam mengevaluasi diri.
Kepada siapa bencana itu menjadi ujian/cobaan.
Jika kita analogikan ujian adalah evaluasi atau test sesuatu yang telah kita pelajari sebelumnya, maka kemungkinannya adalah lulus atau tidak lulus. Jika lulus maka kita akan naik kepada peringkat yang lebih tinggi, namun jika gagal, kita masih diberikan kesempatan untuk mengulanginya kembali. Jadi, jika ada bencana dan dianggap satu ujian, maka kriteria orang yang mengalami ujian adalah yang mengalami langsung bencana tersebut dan selamat dari bencana yang menimpanya. Dengan demikian ia akan mengenang kekeliruan yang dilakukan dan akan memperbaikinya agar tidak terulang kembali. Pada posisi tersebut sebenarnya mereka mengalami ujian.
Kepada siapa bencana itu menjadi azab
Azab diturunkan karena keingkaran, mengabaikan peringatan dan ujian. Tak peduli akibat yang ditimbulkan akan memberikan bencana. Azab lebih diberikan kepada mereka yang “menantang”. Tidak ada kesempatan lagi bagi mereka yang mendapatkan azab Allah untuk memperbaiki diri, karena peringatan dan ujian telah disampaikan namun mereka mengingkarinya. Azab akan menimpa kepada mereka yang mengabaikan. Sekali lagi, besar kecilnya azab bergantung kepada besar kecilnya kesalahan yang diperbuat.
Sekarang coba tanyakan dengan jujur pada diri sendiri, apa yang sudah kita lakukan terhadap alam, merusaknyakah, memeliharanyakah ? Apabila kita termasuk orang yang merusakinya, maka tunggu balasannya, dan sebaliknya jika kita telah memeliharanya, Insha Allah alamkan memelihara kita dengan keteduhan, kenyamanan, keindahan dan lain sebagainya.
Semoga ini dapat menjadi iktibar ke arah mana pilihan kita dalam berhubungan dengan Alam.
Share This
Like This
No comments :
Post a Comment
Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan