Dari cerita panjang “kedai kopi” tersebut ada sepenggal kalimat yang membuatku “ngeh”. Kalimat tersebut keluar dari rasa frustasi dadakan : “ bagaimana bawahannya jika atasannya demikian ”
Tak begitu tertarik ngebahas tentang korupsi dan koruptor. Yang membuatku tertarik adalah ketika pemimpin tak lagi memberi contoh yang baik dengan kepemimpinannya.Pemimpin dalam kontek sosial bisa berupa Kepala, Ketua, Raja, Presiden dan sebagainya yang memiliki seseorang atau lebih yang dipimpinnya.
Kasus Akil Mochtar memang menjadi TOP NEWS beberapa minggu belakangan ini. Begitu melandanya hingga ke pelosok daerah. Bahkan Presiden menggangap kasus ini menjadi satu “keadaan darurat” hingga perlu menerbitkan Perppu. Satu kata yang layak diungkap dengan pemberitaan tersebut, “dahsyat”.
Inti kedahsyatannya bukan karena Akil Mocktar ketangkaptangan korupsi, karena masih banyak kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian oeang negara yang lebih besar. Juga bukan hanya lantaran ia seorang pejabat negara, karena masih banyak pejabat negara yang korupsi. Dahsyatnya karena ia seorang ketua, terlebih lagi ketua lembaga kehakiman. “Ketua Mahkamah Konstitusi seharusnya lebih mengerti tentang hukum, tetapi malah korupsi,”
KEPEMIMPINAN. Semua orang mungkin sepakat bahwa membicarakan masalah kepemimpinan adalah sebuah topik yang sangat menarik dan mendapat perhatian dari semua orang, apalagi masalah kepemimpinan dapat diteropong dari berbagai sudut sesuai dengan spesialisasi atau bahkan kebutuhan seseorang. Oleh karena itulah maka kita tidak perlu heran apabila masalah kepemimpinan dari waktu ke waktu mendapat perhatian semua orang terutama para pakar di bidangnya, sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa masalah kepemimpinan sama tuanya dengan sejarah manusia dan kemanusiaan.
Pernyataan ini bukanlah sesuatu yang berlebihan sebab harus diakui bahwa kepemimpinan dibutuhkan oleh seluruh ummat manusia, sebab dalam setiap diri manusia terdapat kelebihan-kelebihan dan juga kekurangan-kekurangan. Seseorang memiliki kelebihan tertentu tetapai pada saat yang bersamaan dia juga memiliki kekurangan tertentu. Kelebihannya itu barang kali tidak ada pada diri orang lain, sehingga dia dapat melengkapinya, tetapi dia juga memiliki kekurangan tertentu, sehingga orang lain dapat melengkapinya.
TUGAS PEMIMPIN. Pemimpin merupakan konsekuensi dari makhluk yang bernama manusia. Manusia adalah pemimpin bagi dirinya yang akan dipertanggungjawaban kepada Tuhan kemana arah kepemimpinannya. Hal yang substansi dari manusia adalah akal dan pikirannya. Akal dan pikiran inilah sesungguhnya pemimpin. Kearah mana akal dan pikirannya, maka ke arah itulah sikap kepemimpinannya. Bisa mimimpin ke arah yang baik juga sebaliknya. Itu substansi, dan akan berakibat lain jika akal dan pikirannya memimpin akal dan pikiran orang lain dengan mengambil predikat Kepala, Ketua, Presiden dan predikat sosial lainnya.
Manusia sebagai makhluk sosial dalam hal kepemimpinan, seharusnya memiliki sikap sebagai pemimpin, sebagai penyelamat, sebagai contoh atau teladan, dan sebagai penasehat yang membawa yang dipimpinnya kepada yang baik dan membaikan.
Pada posting kali ini hanya akan membahas pemimpin sebagai teladan bagi yang dipimpinnya.
Dimulai dengan referensi yang pasti yakni Alquran.
"Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (al-Ahzab [33]: 21)
“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21)
Teladan mengandung arti sesuatu yg patut ditiru atau baik untuk dicontoh dalam hal perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya. Makna teladan lebih kepada mencontoh akan perbuatan bukan lisan. Itu sebabnya Rasulullah mengatakan dalam hadisnya : “Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya’ [HR Imam Malik]
Kenapa Rasul tidak mengatakan “Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Hadist Nabi-Nya” ?
Disinilah letak berbedaan yang mendasar antara lisan dan perbuatan. Memang sebaik-baik perbuatan adalah sinkronisasi antara keduanya. Jika tidak, contohlah perbuatan bukan lisannya. Tidak ada kewajiban bagi kita untuk mencontoh lisan atau ucapan seseorang sekalipun ucapannya terdengar baik. Tapi contohlah akan perbuatannya karena disitulah letak kesempurnaan lisan.
Kembali kepada kepemimpinan yang seharusnya mengedepankan teladan daripada ucapan. Apanya yang kurang dari seorang koruptor jika dilihat dari ucapannya. Semua indah dan terkesan sempurna, namun implementasinya kebanyakan berbanding terbalik.
Oleh karenanya tugas seorang pemimpin yang hakiki adalah memberi contoh bagi yang dipimpinnya. Diantara makna kepemimpinan dari seseorang kepada yang dipimpinnya antara lain :
- Loyalitas, seorang pemimpin harus mampu membangkitkan loyalitas yang dipimpinnya dan memberikan loyalitasnya dalam hal kebaikan.
- Mendidik, seorang pemimpin harus mampu memberikan pelajaran dan mewariskan pengetahuan kepada yang dipimpinnya.
- Nasehat, memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang ada.
- Disiplin, memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan kedisiplinan dalam setiap aktivitasnya.
Share This
Like This
No comments :
Post a Comment
Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan