tav

30 May 2013

APIP dan Lika Likunya


Akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan Pemerintahan baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Sistem pengendalian intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas SPI dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara yang dilaksanakan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah (APIP).

Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.”

Dalam standar audit terungkap sebuah keinginan yang kuat bahwa pengawasan intern diharapkan dapat mendorong terwujudnya kepemerintahan yang baik dan bersih(good governance and clean government). Bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah(APIP) terwujudnya kepemerintahan yang baik dan bersih dapat dimulai melalui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi APIP.

Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.

Aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga adalah Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern.
Aparat pengawasan intern Pemerintah melakukan pengawasan intern dengan cara audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya.
Kegiatan audit, reviu, evaluasi, dan pemantauan merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan penjaminan kualitas (quality assurance).

Dalam Kode etik APIP ini secara khusus pada bagian aturan prilaku, dijelaskan mengenai prinsip-prinsip prilaku auditor, secara khusus aspek kompetensi dinyatakan bahwa auditor wajib :
  1. melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan standar audit;
  2. terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, efektifitas dan kualitas hasil pekerjaan;
  3. menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki;>

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005, Aparat pengawas intern pemerintah melakukan pengawasan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya melalui :
  1. pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah.
  2. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu;
  3. pengujian terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu dari unit/satuan kerja;
  4. pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme;
  5. penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan; dan
  6. monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pemerintahan desa.

Kondisi APIP saat ini sungguh cukup dilematis. Di berbagai daerah maupun lembaga dan instansi bahkan di kementrian, kinerja APIP cukup lemah. Kelemahan APIP saat ini, di unsur independensi, profesionalitas, dan permasalahan sistem.

Terkait dengan independensi, pegawai APIP merupakan pegawai lembaga bersangkutan, yang dipilih oleh pimpinan lembaga yang akan diawasi. Selain ruang lingkup pengawasan APIP terbatas, pelaporan hanya dilakukan kepada pimpinan lembaganya. Ditambah lagi status kelembagaan APIP juga berada di bawah pejabat yang diawasinya.

Sedangkan menyangkut profesionalitas, latar belakang APIP banyak yang tidak sesuai, dan sering mengabaikan pendidikan berkelanjutan. Selain itu, komitmen atas integritas dan kompetensi juga lemah, selain kuatnya sifat-sifat sungkan, sering terjadinya nepotisme, serta ingin melindungi korps.Secara sistem, APIP juga dihadapkan pada  persoalan tumpang tindihnya pengawasan, kurangnya komitmen tindak lanjut atas hasil pengawasan, serta kurang jelasnya pembagian tugas antar lembaga pengawasan.

APIP PADA PELAKSANAN BARANG DAN JASA SESUAI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 70 TAHUN 2012 DAN PETUNJUK TEKNISNYA.

Pada pasal 1, Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

Didalam peraturan Presiden tentang Pengadaan Batang dan Jasa baik pada Perpres Nomor 54/2010 maupun Perpres Nomor 70/2012 porsi APIP kebanyakan mendapat bagian-bagian tembusan yang menyangkut permasalahan baik berbentuk tembusan sanggahan maupun aduan didalam proses maupun pelaksanaan pengadaan.

Kondisi sistem pengadaan barang/jasa sebagaimana dipaparkan di atas menuntut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk lebih berperan dalam pengawasan pengadaan barang/jasa sebagai wujud pelaksanaan Pasal 116 Peraturan Presiden RI No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mewajibkan kepada pimpinan instansi pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen dan Unit Layanan Pengadaan/Pejabat Pengadaan di lingkungan instansi masing-masing, dan menugaskan aparat pengawasan intern yang bersangkutan untuk melakukan audit sesuai dengan ketentuan.

Secara spesifik, model yang dapat digunakan APIP dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah antara lain :
  1. Probity advising Model audit ini dilakukan dengan mekanisme observasi, reviu dan memberikan panduan untuk memastikan bahwa proses pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan ketentuan dan pedoman yang berlaku dan memenuhi prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Dalam konsep ini maka APIP dapat mendampingi proses pengadaan barang/jasa dan terlibat dalam menangani permasalahan yang ada. Model ini dapat diterapkan melalui kegiatan riviu proses pengadaan barang/jasa yang pada intinya merupakan kegiatan pendampingan terhadap proses pengadaan barang/jasa yang sedang berlangsung pada instansi pemerintah dengan tujuan untuk memberikan saran kepada instansi pemerintah dalam proses pengadaan barang/jasa, sehingga diperoleh keyakinan bahwa proses pengadaan barang/jasa sesuai peraturan perundang-undangan.
  2. Probity Audit. Probity diartikan sebagai integritas, kebenaran, dan kejujuran Model audit ini dilakukan untuk memastikan bahwa proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara adil, akuntabel dan transparan sesuai dengan harapan publik dan ketentuan yang berlaku. Konsep ini lebih menekankan pada ketaatan prosedur, proses maupun sistem tetapi bukan pada tujuan dan dilakukan setelah proses pengadaan selesai.
  3. Dampak yang dihasilkan dari proses pengadaan barang/jasa yang memenuhi prinsip-prinsip probity yaitu:
    • Menghindari konflik dan permasalahan.
    • Menghindari praktek korupsi.
    • Meningkatkan integritas sektor publik melalui perubahan perilaku dan perubahan organisasi.
    • Memberi keyakinan kepada masyarakat bahwa penyelenggaraan kegiatan sektor publik telah dilakukan melalui proses yang berintegritas dan dapat dipercaya.
    • Memberikan keyakinan secara objektif dan independen atas kejujuran (probity) proses pengadaan barang/jasa.
    • Meminimalkan potensi adanya litigasi (permasalahan hukum).
  4. Audit pre-award adalah analisis rinci dari proposal, dan berisi informasi tentang dasar dan metode yang digunakan oleh satker menyusun proposal. Audit model ini lebih kepada audit yang bersipat perencanaan anggaran agar lebih effektif, effisien dan ekonomis.
  5. Progress Payment Audit, dapat didefinisikan sebagai audit yang dilakukan untuk menentukan kesesuaian antara pembebanan biaya yang dilakukan oleh penyedia barang/jasa dengan kemajuan pekerjaan dan ketentuan yang berlaku. Salah satu bentuk penerapan audit ini adalah audit atas eskalasi harga pengadaan barang/jasa.
  6. Post audit, adalah yang dilakukan setelah seluruh kegiatan yang diaudit selesai dilaksanakan untuk menilai kualitas dan nilai pengadaan barang/jasa yang diberikan oleh penyedia barang/jasa.  Dengan kata lain post audit adalah audit yang dilakukan setelah tersedianya asersi manajemen yang akan diverifikasi atau kejadian/peristiwa/transaksi telah selesai. Secara umum jenis audit inilah yang paling sering dilaksanakan APIP untuk mengawasi proses pengadaan barang/jasa. Audit ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa pengadaan barang/jasa dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.

KRITERIA DAN KUALIFIKASI AUDITOR

Auditor adalah seseorang atau sekelompok orang (independen) yang melakukan audit atas proses pengadaan barang dan jasa dengan pendekatan yang berorientasi pada kejujuran, kebenaran. Dalam auditnya, auditor melakukan peninjauan fisik, observasi, diskusi/wawancara untuk memberikan keyakinan bahwa proses pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan memenuhi prinsip-prinsip probity.

Auditor setidaknya memenuhi kriteria ideal sebagai berikut:

SYARAT PERSONAL
  1. Independen dan objektif yaitu tidak memihak, bebas dari bias, pengaruh atau kepentingan tertentu dari pihak pemerintah maupun pihak ketiga/kontraktor.
  2. Memiliki integritas yang tinggi dalam pelaksanaan penugasan, memiliki karakter yang baik, menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan prinsip-prinsip moral berdasarkan rekam jejak yang dapat dipertangungjawabkan.
  3. Tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak atau objek yang diaudit.
  4. Memiliki kompetensi profesional dan kehati-hatian (professional competence and due care) dalam melaksanakan penugasan.
  5. Memiliki pengetahuan dan kemampuan (knowledge and skills) yang berhubungan dengan proses pengadaan barang jasa.
  6. Memiliki pengetahuan tentang isu-isu probity dan isu-isu korupsi dalam proses pengadaan barang jasa pemerintah.>
  7. Memiliki kemampuan interpersonal skills yang memadai dan kemampuan berkomunikasi secara efektif baik lisan maupun tulisan.
  8. Mampu menyimpan rahasia atas informasi yang diperoleh yang berkaitan dengan kegiatan yang diaudit.
  9. Memiliki disiplin tinggi, tanggung jawab dan kualifikasi teknis untuk melaksanakan penugasan.
  10. Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN.
  11. Bersedia menandatangani Pakta Integritas sebelum melaksanakan penugasan.
  12. Memiliki pengalaman dalam bidang audit pengadaan barang jasa pemerintah.

SYARAT FORMAL
  1. Berpendidikan minimal Sarjana Strata Satu (S1)
  2. Memiliki Sertifikat Keahlian bidang Pengadaan Barang/Jasa.
  3. Memiliki Sertifikat Jabatan Auditor.

Hasil audit dituangkan dalam FORMAT LAPORAN HASIL AUDIT berisi simpulan/pendapat dan saran auditor atas proses pengadaan barang/jasa. Laporan hasil probity audit disampaikan oleh auditor kepada auditan dengan tembusan kepada yang menugaskan audit segera setelah audit selesai dilaksanakan. Apabila ditemukan proses pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan dan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip probity, auditor menyampaikan kondisi demikian kepada pihak yang bertanggung jawab terhadap ketidaksesuaian proses tersebut untuk dilakukan perbaikan/koreksi.

Apabila pihak auditan menolak untuk melakukan perbaikan/koreksi seperti simpulan yang disampaikan auditor, maka auditor melaporkan kondisi tersebut kepada atasan auditan.

Tindak lanjut yang dilakukan oleh auditan disampaikan/diberitahukan kepada auditor dan ditembuskan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Institusi/Kepala Daerah bersangkutan.

Referensi Artikel
- Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
- Buku Pedoman Probity Audit BKPP 2012
- Warta Pengawasan
- Modul Workshop Audit oleh APIP

Pengadaan yang kridibel, sejahterakan bangsa


Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan