tav

01 June 2013

Indikator Korupsi II


TERBUKTI MEMPERKAYA DIRI SENDIRI ATAU ORANG LAIN/ KORPORASI

Sebelum lebih jauh, kita harus memahami terlebih dahulu Pengertian memperkaya dari berbagai kaca mata.

  1. Menurut pakar hukum bahwa ”memperkaya” adalah dapat ditafsirkan bahwa orang yang sudah kaya masih menambah kekayaan atau orang lain tidak harus kaya kemudian menjadi kaya karena menambah kekayaannya ”;
  2. Dan penafsiran istilah ”memperkaya” adalah menunjukkan adanya perubahan kekayaan seseorang atau pertambahan kekayaan yang diukur dari penghasilan yang diperolehnya.
  3. Definisi lain memperkaya diri sendiri adalah menambah kekayaan dengan memanfaatkan kewenangan, jabatan dan kedudukan.
  4. Dan lain sebagainya.

Adapun perbuatan yang dilakukan menurut elemen memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi adalah :
  1. Memperkaya diri sendiri, artinya bahwa dengan perbuatan melawan hukum itu pelaku menikmati bertambahnya kekayaan atau harta benda miliknya sendiri.
  2. Memperkaya orang lain, artinya akibat perbuatan melawan hukum dari pelaku, ada orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaannya atau bertambahnya harta bendanya. Jadi disini yang diuntungkan bukan pelaku langsung.
  3. Memperkaya korporasi, atau mungkin juga yang mendapat keuntungan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku adalah suatu korporasi, yaitu kumpulan orang atau kumpulan kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Sebagai kesimpulan, ternyata tidak satupun ditemukan adanya kesamaan rumusan/formula tentang pengertian "memperkaya diri" baik dalam pengaturan undang-undang maupun menurut pendapat para ahli didalam menentukan suatu jumlah nilai tertentu, atau kriteria/ukuran seseorang atau korporasi dapat dikatakan sebagai suatu hal memperkaya, kecuali hanya menyatakan adanya pertambahan harta bagi pelaku/orang lain/suatu korporasi.

Menurut undang-undang tindak pidana korupsi, pengertian memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi haruslah dikaitkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) undang-undang nomor 31 tahun 1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) undang-undang nomor 20 tahun 2001 :
  1. Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan.
  2. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan, yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
  3. Pasal ini merupakan alat bukti “petunjuk” dalam perkara korupsi, setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan.

MEMPERKAYA DIRI SENDIRI ATAU ORANG LAIN/ KORPORASI DIDALAM PENGADAN BARANG DAN JASA

Menjadi KAYA karena sebab pengadaan dibagi menjadi 2 yakni menjadi kaya bagi pengusaha dan menjadi kaya bagi panitia/pokja/PPK atau pejabat yang terlibat langsung maupun tidak langsung didalam proses pengadaan.Keinginan menjadi kaya merupakan sesuatu hal yang wajar bagi para pihak sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Parameterinya adalah akuntabel, yang berarti semua unsur harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Didalam peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah memperkaya diri sendiri yang merupakan bagian dari indikasi korupsi tertuang didalam Pasal 1 angka 13 tentang Pakta Intergritas. Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme dalam Pengadaan Barang/Jasa.

Pakta Integritas wajib dibuat oleh pelaksana maupun penyedia dalam mengikuti proses pelelangan. Hal ini sebagai tindakan preventif terhadap hal-hal yang menyangkut indikasi korupsi terutama dalam rangka memperkaya diri sendiri.

Jenis tindak pidana korupsi didalam Pengadan Barang dan Jasa di antaranya, namun bisa jadi bukan semuanya, adalah :
  1. memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)
  2. penggelapan dalam jabatan
  3. pemerasan dalam jabatan
  4. ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara),
  5. menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)
  6. Menetapkan besaran fee bagi pemenang lelang;
Didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Piana Korupsi disebutkan Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dana pada Pasal 3, Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Didalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pigana Korupsi disebutkan engan jelas bahwa :
  1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
  2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
  3. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
  4. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
  5. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
  6. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
  7. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Pemahaman yang luas mengenai tindak pidana korupsi (baca:memperkaya diri sendiri) dalam pengadaan adalah adanya tindakan melawan hukum, untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dengan demikian, kesalahan dalam proses pengadaan (hal ini jamak) tidak selalu dapat dituduh melakukan tindak pidana korupsi. Pengadaan yang dimulai dengan satu keinginan atau niatan untuk semata-mata untuk mencapai tujuan pengadaan (tidak untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain) pasti terhindar dari tuduhan korupsi. Oleh karenanya Pakta Integritas merupakan parameter untuk menilai niat kita dalam menghindari pelanggaran aturan atau melaksanakan aturan. Tetap perlu dicatat bahwa niat seperti itu masih tidak menghilangkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses pengadaan.

Dalam sistem pengadaan yang dibangun selama ini, keinginan untuk melakukan korupsi dapat ditengarai dengan tingkat transparansi yang terjadi dari suatu proses pengadaan. Aspek transparansi dalam proses pengadan  meliputi antara lain kewajiban mengumumkan pelelangan yang dibarengi dengan memberi waktu yang cukup bagi peserta lelang untuk mempersiapkan penawarannya.

Regulasi yang ada waktu itu sudah mengatur bahwa masyarakat dapat mengakses informasi mengenai pengadaan dan melihat hasilnya. Hasil pengadaan bukanlah sesuatu yang harus dirahasiakan. PPK wajib memberikan informasi mengenai pengadaan barang/jasa yang berada di dalam batas kewenangannya kepada masyarakat yang memerlukan penjelasan. Dengan adanya UU No.14/2008 tentang keterbukaan informasi publik (UU KIP), proses dan hasil pengadaan tidak termasuk dalam ketentuan mengenai informasi yang dikecualikan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, perbuatan tidak mengumumkan proses pengadaan secara terbuka di portal pengadaan nasional adalah perbuatan melawan hukum.

Pada tahap pelaksanaan kontrak, yang termasuk korupsi adalah perbuatan curang (misalnya mengurangi kualitas) pada waktu melaksanakan pekerjaan, atau perbuatan curang pada waktu menyerahkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak, dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Jika selama ini ada kesan bahwa pelaku usaha tidak dapat dituntut secara hukum karena melakukan korupsi maka dengan ketentuan ini pelaku usaha juga dapat dituntut. Seringkali tindakan ini juga melibatkan unsur pengelola pengadaan, khususnya penerima barang atau pekerjaan.

Pengertian tindak pidana korupsi dalam pengadaan juga dapat terjadi bila terdapat perbuatan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, tentunya secara melawan hukum dengan memaksa penyedia memberi sesuatu atau membayar sesuatu, misalnya komisi atau fee. Pada prinsipnya, semua komisi atau potongan yang terjadi dari suatu transaksi menjadi hak negara.Catatan untuk kondisi saat ini, sesuatu yang biasa di dunia swasta (setiap orang yang terlibat dalam suatu transaksi mendapat fee) menjadi salah untuk kalangan pejabat publik.

Pada kasus korupsi yang lain lagi, terdapat tindakan pegawai negeri dengan sengaja turut serta dalam pelaksanaan pekerjaan yang ditugaskan kepada yang bersangkutan untuk mengurus atau mengawasinya, yang tentunya ada keuntungan finansial bagi sirinya. Pada kasus ini, pekerjaan dikerjakan oleh sekelompok penyedia jasanamun sesungguhnya kontraknya dengan PNS Mudah-mudahan kasus terakhir salah, namun saya rasa kita semua sudah mengetahuinya.

selanjutnya : 

Pengadan yang kridibel, sejahterakan bangsa


Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan