tav

18 June 2013

Seputar Unit Layanan Pengadaan


Perihal mengenai seluk beluk Unit Layanan Pengadaan dimulai dari Pasal 14 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, Unit Layanan Pengadaan pada Kementerian /Lembaga /Pemerintah Daerah /Institusi dibentuk oleh Menteri /Pimpinan Lembaga /Kepala Daerah /Pimpinan Institusi.

Perangkat ULP ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas fungsi-fungsi Kepala, Ketatausahaan/Sekretariat, staf pendukung dan Kelompok Kerja. Setiap PNS yang melaksanakan fungsi Kepala, Sekretaris, Staf Pendukung dan Anggota Kelompok Kerja ditunjuk setelah melalui proses rekruitmen yag dilaksanakan oleh Tim Penilai yang terdiri dari Pejabat Pembina Kepegawaian, KPA dan APIP.


Sistim rekruitmen Kepala ULP/Anggota Kelompok Kerja ULP dilakukan sesuai dengan tingkat kompetensi sebagaimana pasal 17 Perpres 54/2010 yakni minimal memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. memiliki integritas, disiplin, dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;
  2. memahami pekerjaan yang akan diadakan;
  3. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP / Kelompok Kerja ULP / Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;
  4. memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;
  5. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan
  6. menandatangani Pakta Integritas.

Asumsi untuk Tim Penilai ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri /Pimpinan Lembaga /Kepala Daerah /Pimpinan Institusi yang berhak dan mempunyai kewenangan membentuk Unit Layanan pengadaan sesuai Pasal 14 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.

Mekanisme rekruitment masih dimungkinkan untuk memilih PNS yang sesuai dan/atau memenuhi untuk kepentingan-kepentingan sesaat yang akan memenjarakan proses pengadaan yang kridible dan akuntabel karena Inspektorat (APIP) secara fungsional telah terlibat sejak awal didalam Tim Penilai dan sekaligus juga menjadi bagian dari bagian pengendalian dan pengawasan.

Mekanisme rekruitment dan seleksi juga masih menyimpan pertanyaan karena metode dan cara seleksi belum begitu jelas dan bisa menimbulkan multitafsir didalam pelaksanaannya. Ada 2 hal yang mungkin dapat dilaksanakan oleh Tim Seleksi/Penilai didalam proses rekruitmet yakni :
  1. Tim Penilai bisa saja mengumpulkan data PNS yang memiliki kualifikasi sebagaimana pasal 17 dan langsung mengusulkannya kepada Menteri /Pimpinan Lembaga /Kepala Daerah /Pimpinan Institusi untuk ditetapkan;
  2. Mekanisme seleksi dapat juga dilakukan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh PNS untuk mengikuti proses uji kelayakan (fit and propert test).

Apapun dan bagaimanapun mekanisme rekruitment yang dilakukan oleh Tim Penilai intinya akan menghasilkan personil ULP yang memenuhi kriteria minimal baik memenuhi syarat administraso maupun teknis dengan tetap memperhatikan kompetensi dan rekam jejak.

Didalam peraturan kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan, PNS yang ditunjuk melalui Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi sebagai bagian dari perangkat ULP yakni Sekretaris, Staf Pendukung dan Anggota Kelompok Kerja selanjutnya menjadi kewenangan Kepala ULP dalam proses penempatan / pemindahan/ pemberhentian.

Kewenangan Kepala ULP untuk proses penempatan / pemindahan/ pemberhentian didasari oleh :
  1. Di dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2010 pasal 17 ayat 2a : Tugas pokok dan kewenangan Kepala ULP meliputi :
    1. pada huruf (f), Kepala berwenang untuk menugaskan/menempatkan/memindahkan anggota Kelompok Kerja sesuai dengan beban kerja masing-masing Kelompok Kerja ULP; dan
    2. pada huruf (g)mengusulkan pemberhentian anggota Kelompok Kerja yang ditugaskan di ULP kepada PA/KPA/Kepala Daerah, apabila terbukti melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan dan/atau KKN.
  2. Peraturan Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2012 pasal 10 tentang ruang lingkup tugas kepala ULP huruf i : mengusulkan penetapan / pemindahan / pemberhentian anggota pokja kepada Menteri /Kepala Lembaga /Kepala Daerah /Pemimpin Institusi dan/atau PA/KPA.

Ada beberapa hal yang dapat ditarik sebagai intisari dari pasal tentang kewenangan Kepala ULP yang berkaitan dengan perubahan personil kelompok kerja :

PERTAMA. Pasal 17 ayat 2a huruf (f) mengisyaratkan bahwa kepala ULP berwenang menugaskan / menempatkan / memindahkan anggota Kelompok Kerja untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengadaan sesuai beban tugas yang menurut Kepala ULP diperlukan selama masih dalam bagian dan lingkup ULP. Tidak ada mekanisme yang baku tentang kapan penugasan, penempatan dan pemindahan anggota pokja didalam melaksanakan bagian dari proses pengadaan selain dari beban kerja dari tiap kelompok kerja itu sendiri.

Ada paradigma yang cendrung monoton didalam proses penempatan dan jumlah pokja maupun jumlah anggota pokja. Kecendrungan tersebut antara lain anggota setiap kelompok kerja harus sama, jika pokja 1 berjumlah 5 orang maka secara otomatis pokja 2 juga harus 5 orang. Kecendrungan ini menjadi tidak relevan jika dilihat dari beban tugas masing-masing pokja. Akibatnya setelah proses pengadaan berlangsung terjadi kesenjangan diantara kelompok kerja. Pada satu sisi terlihat pokja yang sibuk namun disis lain ada pokja yang santai dan cendrung “tidak bekerja”. Disinilah fungsi Kepala ULP dalam menyusun dan melaksanakan strategi pengadaan di Unit Layanan Pengadaan.

Didalam pasal 15 ayat 3 Perpres 70/2012, Anggota Kelompok Kerja ULP berjumlah gasal beranggotakan paling kurang 3 (tiga) orang dan dapat ditambah sesuai dengan kompleksitas pekerjaan. Inilah pasal yang membuat Kepala ULP harus bertindak cepat dalam memahami strategi pengadaan untuk tujuan effektifitas dan effisiensi terhadap Sumber Daya Manusia ULP. Lakukan perombakan terhadap jumlah maupun personil pada pokja karena itu kewenangan Kepala ULP demi terciptanya kondisi yang baik dan optimal.

Jika itu terjadi karena Kepala ULP bertindak responsif demi optimalisasi, effisiensi dan effektifitas SDM maka tidak tertutup kemungkinan jumlah anggota pada setiap pokja tidak sama, bahkan bisa jadi jumlah pokja akan berkurang karena disesuaikan dengan kompleksitas dan beban kerja yang ada.

KEDUA. Pasal 17 ayat 2a huruf (g) mengisyaratkan bahwa kepala ULP dalam melaksanakan fungsi koordinatif dalam hal pengawasan seluruh kegiatan pengadaan termasuk SDM sebisa mungkin melakukan koordinasi agar tercipta kinerja dan tanggugjawab kelompok kerja yang baik dan disiplin yang pada akhirnya akan menciptakan kondisi kerja yang kondusif, harmoni dan pelanggaran peraturan perundang-undangan dan/atau KKN yang dikahwatirkan bisa diminimalisir atau bahkan tidak ada sama sekali. Usaha-usaha untuk menuju ke arah yang lebih baik menjadi tanggungjawab Kepala ULP yang secara yuridis diakui eksistensinya. Tidak ada alasan bagi Kepala ULP untuk mengabaikannya karena itu bagian dari amanah yang harus ditanggung. Pada posisi demikian inilah dapat dilihat sejauh mana Kepala ULP memiliki kemampuan manajerial.

Jika hal tersebut tidak terjadi, dalam arti tidak ada tindaklanjut dari Kepala ULP untuk menjadikan suasana kerja yang lebih baik dan harmoni, maka tanggungjawab kembali kepada PA/KPA untuk secepat mungkin bertindak tegas dengan “mengganti” kepala ULP dengan “penunjukan langsung” secara simultan mengangkat Kepala ULP yang baru yang lebih dinamis dan mengayomi.

Jika kepala ULP telah melakukan fungsi terhadap pelaksanaan strategi pengadaan untuk menciptakan suasana yang hamonis namun masih ada anggota pokja yang tidak melaksanakan dan/atau mengindahkan maka sesuai pasal 17 huruf (g) dapat mengusulkan pemberhentian anggota Kelompok Kerja kepada PA/KPA/Kepala Daerah. Tindakan tegas tersebut harus diambil guna mencagah terjadinya pelanggaran.

KETIGA. Ada hal yang kontradiksi didalam Peraturan Presiden dan Peraturan Kepala LKPP mengenai kewenangan Kepala ULP yang berkaitan dengan perubahan keanggotaan kelompok kerja. Didalam perpres 54/2010 Kepala ULP berwenang untuk melakukan perombakan untuk menugaskan/menempatkan/memindahkan anggota pokja dan hanya dalam hal pemberhentian anggota pokja, Kepala ULP memiliki tugas mengusulkan pemberhentian kepada PA/KPA dan selanjutnya PA/KPA yang memutuskan secara definitif pemberhentian tersebut.

Hal ini kontradiktif dengan Peraturan Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2012. Karena didalam Perka tersebut apapun yang mengakibatkan perombakan/perubahan anggota pokja, kepala ULP hanya mengusulkan kepada PA/KPA kecuali pada kontek menugaskan tetap menjadi wewenang Kepala ULP. Sementara penetapan /pemindahan /pemberhentian anggota pokja kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Pemimpin Institusi dan/atau PA/KPA hanya pada lingkup mengusulkan.

Ketidaksinkronan tersebut bisa jadi tidak berpengaruh jika para pihak menitikberatkan pada nilai-nilai prinsip pengadaan yang kridible dan memenuhi unsur efisiensi, efektifitas, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.



Pengadaan yang kridibel sejahterakan bangsa

Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan