tav

15 April 2013

Standar Pelayanan Minimal (2)

KONSEP DASAR STANDAR PELAYANAN MINIMAL.

Undang-Undang 32 tahun 2004 pasal 11 (4), menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) oleh pemerintah pusat adalah cara untuk menjamin dan mendukung pelaksanaan urusan wajib oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan sekaligus merupakan akuntabilitas daerah kepada pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Disamping itu, SPM juga dapat dipakai sebagai alat pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

PENGERTIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL.
Pengertian SPM dapat dijumpai pada beberapa sumber, antara lain :
  1. Undang-Undang 32 tahun 2004 penjelasan pasal 167 (3), menyatakan bahwa SPM adalah standar suatu pelayanan yang memenuhi persyaratan minimal kelayakan.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, pasal 20 (1) b menyatakan bahwa APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja memuat standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan;
  3. Lampiran Surat Edaran Dirjen OTDA Nomor 100/757/OTDA tanggal 8 Juli 2002 menyatakan Standar Pelayanan Minimal adalah tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat.
  4. Peraturan Pemerintah RI No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM.
  5. Penerapan Standar Pelayanan Minimal. SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
  6. Permendagri No.6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.

Dari berbagai pengertian tersebut, secara umum dapat diikhtisarkan bahwa SPM merupakan standar minimal pelayanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Adanya SPM akan menjamin minimal pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah. Dengan adanya SPM maka akan terjamin kuantitas dan atau kualitas minimal dari suatu pelayanan publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga diharapkan akan terjadi pemerataan pelayanan publik dan menghindari kesenjangan pelayanan antar daerah.

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa pelaksanaan urusan wajib merupakan pelayanan minimal sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa, SPM ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini departemen teknis, sedangkan pedoman penyusunan SPM ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 167 (3).

MANFAAT STANDAR PELAYANAN MINIMAL.

SPM mempunyai beberapa manfaat, antara lain :
  1. Memberikan jaminan bahwa masyarakat akan menerima suatu pelayanan publik dari pemerintah daerah sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
  2. Dengan ditetapkannya SPM akan dapat ditentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan publik.
  3. Menjadi dasar dalam menentukan anggaran berbasis kinerja.
  4. Masyarakat dapat mengukur sejauhmana pemerintah daerah memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat, sehingga hal ini dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat.
  5. Sebagai alat ukur bagi kepala daerah dalam melakukan penilaian kinerja yang telah dilaksanakan oleh unit kerja penyedia suatu pelayanan.
  6. Sebagai benchmark untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam pelayanan publik.
  7. Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh institusi pengawasan.

PRINSIP PENYUSUNAN DAN PENETAPAN SPM.

Dalam penyusunan dan menetapkan SPM, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
  1. Konsensus, yaitu disepakati bersama oleh komponen-komponen atau unit-unit kerja yang ada pada lembaga yang bersangkutan. Sederhana, yaitu mudah dimengerti dan dipahami.
  2. Nyata, yaitu memiliki dimensi ruang dan waktu serta persyaratan atau prosedur teknis.
  3. Terukur, yaitu dapat dihitung atau dianalisa.
  4. Terbuka, yaitu dapat diakses oleh seluruh warga lapisan masyarakat.
  5. Terjangkau, yaitu dapat dicapai bersama SPM jenis-jenis pelayanan dasar lainnya dengan menggunakan sumber-sumber daya daan dana yang tersedia.
  6. Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada public.
  7. Bertahap, yaitu mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan keuangan, kelembagaan, dan personil dalam pencapaian SPM.

PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL.

Beragamnya kondisi daerah, baik kondisi ekonomi, sosial, budaya, maupun kondisi geografis akan berdampak pada kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain setiap daerah mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengimplementasikan SPM. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dalam
penerapan SPM perlu dipahami. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
  1. SPM diterapkan pada seluruh urusan wajib pemerintah daerah.
  2. SPM dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah pusat.
  3. SPM bersifat dinamis, dalam arti selalu dikaji dan diperbaiki dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi nasional dan perkembangan daerah.
  4. SPM harus dijadikan acuan dalam perencanaan daerah, penganggaran, pengawasan, pelaporan dan sebagai alat untuk menilai pencapaian kinerja.

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BLU.

Sebagai salah satu lembaga pelayanan kepada masyarakat umum, BLU perlu menetapkan standar pelayanan minimal (SPM).
  1. Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan umum yang diberikan oleh BLU, kepala daerah menetapkan standar pelayanan minimal BLU dengan peraturan kepala daerah.
  2. Standar pelayanan minimal, dapat diusulkan oleh pemimpin BLU.
  3. Standar pelayanan minimal, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.
  4. Standar pelayanan minimal harus memenuhi persyaratan :
    • Fokus pada jenis pelayanan; Mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU.
    • Terukur; Merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
    • Dapat dicapai; Merupakan kegiatan nyata, dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional, sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya.
    • Relevan dan dapat diandalkan; merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU.
    • Tepat waktu. Merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Dalam rangka memberikan layanan kepada masyarakat, diperlukan biaya operasional maupun non operasional, oleh karena itu BLU diperbolehkan memungut biaya tersebut kepada penerima layanan, dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan.
  2. Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan, ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan atau hasil perinvestasi dana.
  3. Tarif, termasuk imbal hasil yang wajar dari investasi dana dan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.
  4. Tarif layanan, dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang bersangkutan.



Share This


Like This

5 comments :

  1. izin copy ya um, mo buat materi tugas kuliyah

    ReplyDelete
  2. assalamuqlqikum boleh minta daftar pustaka nya pak? mau dicari bukunya untuk skripsi, terimakasih banyak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa alaikum salam. Daftar Pustakanya Peraturan Perundangan-undangan sebagaimana yang tercantum di atas

      Delete
  3. Izin copy ya pak mw ngerjakan tugas kuliah

    ReplyDelete

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan