tav

10 December 2014

Inilah kenyataan sekarang

Kita hidup di dunia yang maju semakin cepat. Percepatan yang kadang-kadang cendrung lebih semraut. Siapa yang tidak cepat akan tertinggal, siapa yang tidak kuat akan tertindas. Ketika semua orang berbicara perihal era tinggal landas, sebagai pemicu pembangunan dalam segala bidang maka mencuat tiga kemungkinan besar.

Pertama, ada yang benar-benar tinggal landas dalam arti meningkat taraf hidupnya.

Kedua, ada yang tertinggal dilandasan, dalam arti kehidupannya tetap saja tidak berubah.
Dan yang ketiga justru yang paling pahit adalah yang menjadi landasan. Mereka adalah orang-orang yang tercampak dalam proses kehidupan.

Jika diamati secara jeli, semakin terlihat kecendrungan kehidupan yang semakin mengkuantitaskan manusia. Manusia tidak lagi dilihat dari jejek dan tapak-tapak perjalanan melainkan semata-mata dilihat sebagai objek.

Disinilah kemudian muncul ekses-ekses dari setiap transpormasi atau perubahan pada lingkungan masyarakat, yakni terlucutinya nilai-nilai moral dan insani kita. Berkembanglah sekarang budaya serba boleh yang secara implisif terjaga dan terbiarkan oleh pemerintah. Yang dulu TABU sekarang PERLU, yang dulu MUNGKAR sekarang mendekati MA’RUF.

Jika tak setuju maka "boleh" membuat tandingan dengan slogan "penyelamatan", seakan-akan merekalah yang benar dan sebenarnya.
Ada juga yang memakai istilah "Pembela" hanya karena tidak sesuai dengan cara dan pola pikir mereka. Dan itu TERBIARKAN oleh instansi yang seharusnya TIDAK MEMBIARKAN. Mungkin takut atau sengaja diperlihara agar menjadi fenomena khas bangsa.

Rasulullah pernah menanyakan kepada para sahabat, “ bagaimana jadinya kamu bila nantinya kamu justru menyerukan kemungkaran dan mencela perbuatan baik?” Para sahabat semuanya terperangah, dan balik bertanya “ apa yang demikian akan terjadi ya Rasulullah?”. Rasulpun menjawab, “ demi Tuhan yang jiwaku dalam genggamanNya, bahkan terjadi yang lebih dari itu”.

Dari dialog Rasulullah dan sahabat di atas, mengisyaratkan paling tidak SATU hal penting yang mesti diwaspadai (anda boleh menambahkan bila perlu), yakni, betapa proses kehidupan duniawi bisa menjungkirbalikan tata nilai, yang baik dianggap jelek, dan bahkan pada titik akhir orang justru pada berebut menyeru kejelekan tentunya dengan warna yang tidak mencolok, SALAH SATUNYA MENGURANGI PENDIDIKAN AKHLAK.

Hidup menjadi kehilangan makna dan maksiat dimana-mana, sementara sang Ulil amri” menjadi tidak berdaya,entah lantaran takut tidak populer atau takut tidak mendapat dukungan, ENTAHLAH.
Hak azazi dan emansipasi telah menjadi “langit”kehidupan sementara nilai keagamaan seakan “menjadi bumi” yang senantiasa diinjak-injak.

Inilah Kenyataan Sekarang.
Betapa sering kita melihat seorang murid dengan sombongnya melawan guru didiknya, seorang istri “lebih” mendengar ucapan orang lain ketimbang suaminya, seorang anak berbuat semena-mena dengan orangtuanya, saling membunuh sesama keluarga, menjual darah dagingnya dan sebagainya. Contoh yang masih hangat, bagaimana teganya seorang anak menggugat ibunya dengan tuntutan 1 M.

Itulah kenyataan sekarang dimana adab dan etika menjadi barang langka. Segala usaha dilakukan untuk kepuasan yang tak pernah terpuaskan meski harus membunuh etika dan adab yang menjadi substansi relegi. Bermusuhan dengan orang tuanya bukan hal yang tabu jika perlu. Sungguh suatu kenyataan yang berbanding terbalik dengan kenyataan dulu.

Pembangunan yang seutuhnya sudah sedemikian berkembang, namun pembangunan yang semestinya mendatangkan keselarasan dankeseimbangan bagi kehidupan manusia, ternyata telah mengalami anomali dan kondisi paradoks. Pembangunan justru menghasilkan ketidakadilan, kesenjangan dan ketidakselarasan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya mungkin karena proses pembangunan yang terjadi tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip etika atau moral.

Pembangunan sebagai usaha memanusiakan manusia pada hakikatnya juga merupakan usaha yang mempunyai makna etik, baik dalam tujuan yang ingin dicapai maupun dalam cara pelaksanaan usaha mencapai tujuan pembangunan itu sendiri. Karena itu, bukan hanya tujuan pembangunan yang harus sesuai dengan nilai-nilai etik, akan tetapi juga cara mencapai tujuan pembangunan itu. Jika nilai-nilai etik tidak melekat dalam proses pembangunan, maka pada gilirannya akan mengakibatkan lahirnya tindakan yang merusak kemanusiaan.

Seperti slogan yang sudah panjang lebar dijelaskan dan didengungkan bahwa pembangunan tanpa etika adalah buta dan etika tanpa pembangunan adalah kosong. Maka dari itu interaksi antara etika dan pembangunan harus saling melengkapi agar tercipta kondisi kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, secara tegas harus dikatakan bahwa peran etika dalam proses pembangunan sangatlah siginifikan. Karena pembangunan yang berbasis nilai-nilai etika dapat menjamin keadilan, keselarasan, keseimbangan dalam kehidupan sosial dalam skala global.

Insya Allah jika hal tersebut dilakukan, maka kemungkinan besar kita tidak akan mendengar perkelahian akibat perbedaan, pendegrasian etika terhadap orangtua, intimidasi seseorng yang seharusnya melayani dan sebagainya. SEMOGA

Sebagai penutup, yakinlah bahwa “Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu

Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan