tav

29 January 2012

Tugas dan Tanggungjawab PPK



Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Dan secara harpiah, tercapai tidaknya pelaksanaan suatu pekerjaan menjadi tanggungjawab seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

TAHAP PERENCANAAN PEKERJAAN

Pada tahap awal dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya PPK dapat mengundang ULP/Pejabat Pengadaan dan Tim Teknis untuk membahas dan mengkaji ulang tentang Rencana Umum Pengadaan yang telah dilaksanakan oleh PA/KPA dalam rapat koordinasi awal. Dalam rangka mengkaji ulang kebijakan umum tersebut PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan hanya me re-view hal-hal :
  1. Apakah pemaketan sudah mengakomodir unsur-unsur prinsip pengadaan seperti unsur effisiensi, effektifitas, bersaing, tidak diskriminatif dan mendorong persaingan sehat, serta meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produksi dalam negeri.
  2. Apakah biaya yang tercantum didalam rencana umum pengadaan masih layak untuk dilaksanakan pada saat pekerjaan fisik dilaksanakan. Hal ini dipertimbangkan karena proses pengajuan anggaran (pagu) biasanya memerlukan waktu yang cukup lama hingga persetujuan anggaran. Pengkajian ulang anggaran pekerjaan ini dapat dilakukan berdasarkan survei pasar.
  3. Apakah paket-paket sebagaimana rencana umum pengadaan masih dapat digabungkan dan/atau dipecah demi effektifitas dan effisiensi sejauh tidak untuk menghindari pelelangan.
  4. Kajian tentang Kerangka Acuan Kerja, Spesifikasi teknis dan Gambar, Waktu pelaksanaan dan hal-hal lain yang dapat merubah lingkup dan output pekerjaan.
  5. Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dituangkan dalam Berita Acara Koordinasi :
    • apabila PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan sepakat untuk merubah Rencana Umum Pengadaan maka perubahan tersebut diusulkan oleh PPK kepada PA/KPA untuk ditetapkan kembali;
    • apabila ada perbedaan pendapat antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan terkait Rencana Umum Pengadaan maka PPK mengajukan permasalahan ini kepada PA/KPA untuk diputuskan; dan putusan PA/KPA bersifat final.
Berdasar kesepakatan PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan dan/atau keputusan PA/KPA, maka PPK menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan yang meliputi: kebijakan umum, rencana penganggaran biaya dan KAK. Dan selanjutnya PPK menyerahkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan kepada ULP/Pejabat Pengadaan sebagai bahan untuk menyusun Dokumen Pengadaan.



 Dan di pasal 11 ayat 1, PPK memiliki tugas pokok dan 
 kewenangan menetapkan rencana pelaksanaan  
 Pengadaan Barang/Jasa yang  meliputi :
  1)  Spesifikasi teknis Barang/Jasa;
  2)  Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
  3)  Rancangan Kontrak.
.

Pada tahap ini PPK harus memahami substansi dan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan karena hal-hal yang menjadi dasar dan pertimbangan harus dimulai dari tahap ini.

SPESIFIKASI TEKNIS BARANG/JASA.
Untuk mendapatkan barang berkualitas terbaik sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, maka spesifikasi teknis minimal yang harus dipenuhi harus disampaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan teknis dan harga. Spesifikasi teknis minimal tersebut dibuat rinci dan terukur dan merupakan persyaratan teknis minimal yang harus dipenuhi untuk memastikan barang yang diserahkan nantinya sesuai dengan kebutuhan.

Penyusunan spesifikasi teknis merupakan hak PPK, tetapi tidak diperkenankan mengarah kepada merk tertentu kecuali untuk pengadaan suku cadang. Kalau berdasarkan justifikasi teknis dan identifikasi kebutuhan hanya dapat dipenuhi oleh satu merek, maka PPK dapat melakukan penunjukan langsung kepada agen resmi peralatan tersebut disertai dengan negosiasi teknis dan harga.

PPK juga yang membuat dan mengeluarkan spesifikasi dan gambar untuk dicantumkan didalam Dokumen Pengadaan. Ketentuan mengenai gambar dilakukan sejauh dibutuhkan, terutama untuk Pekerjaan Konstruksi. Penyedia tidak perlu membuat gambar, cukup mengajukan spesifikasi yang dipersyaratkan.

Dalam menetapkan spesifikasi teknis suatu pekerjaan termasuk metodologi PPK harus mengacu kepada perundang undangan yang berlaku dan tidak menghambat persaingan usaha. Informasi lebih lanjut mengenai teknis pekerjaan tersebut, dapat dikonsultasikan dengan instansi teknis terkait.


HARGA PERHITUNGAN SENDIRI (HPS)
PPK dalam penyusunan HPS harus mendokumentasikan riwayat Penyusunan HPS dengan baik, Penyusunan HPS berdasarkan pada harga pasar setempat dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi:
  1. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
  2. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
  3. daftar biaya/tarif yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
  4. biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
  5. inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
  6. hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
  7. perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate), dan/atau
  8. informasi lain yg dapat dipertanggungjawabkan.
HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran. Meskipun batas atas penawaran dengan evaluasi kualitas dan biaya adalah pagu, namun HPS tetap diumumkan.

Untuk pengadaan barang tidak ada ketentuan mengenai batas atas keuntungan yang wajar. HPS bukan merupakan alat untuk menilai kewajaran harga. Perhitungan HPS harus dilakukan dengan cermat, dengan menggunakan data dasar dan mempertimbangkan harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS. RAB pada TOR/KAK dan Standar Harga yang ditetapkan Kepala Daerah hanya digunakan untuk menyusun anggaran, sedangkan HPS diperoleh dari hasil survei pasar terkini.

Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) penyusunan HPS didasarkan salah satunya adalah harga pasar setempat yang didapat dari beberapa sumber informasi, Standar harga satuan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah/Lembaga tidak dapat dijadikan dasar dalam penyusunan HPS, namun hanya digunakan untuk penyusunan RAB pada saat pengajuan anggaran. ULP dilarang menambah klausul mengenai harga wajar maksimal harus sesuai dengan Standar Harga Kepala Daerah/Lembaga tertentu. Meskipun demikian bilamana standar tersebut sudah dituangkan dalam DPA, maka penetapan HPS dan rinciannya tidak boleh melebihi Standar Harga Bupati. Mengingat HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah (pasal 66 ayat (5) huruf b), dan tidak boleh melampaui pagu yang tersedia (pasal 13).

Karena jenis barang/pekerjaan cukup beragam, maka format penetapan HPS disesuaikan dengan sifat dan ruang lingkup pekerjaan yang dikompetisikan. HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes dan sayembara

HPS dapat ditentukan dari nilai tertinggi, nilai tengah (median), nilai yang paling banyak muncul (modus) atau rata-rata (mean) dari hasil survei, sepanjang nilai tersebut diyakini dapat dipenuhi lebih dari 3 calon penyedia (bukan 3 produk). Nilai tersebut sudah termasuk keuntungan, overhead, dan pajak.

HPS jasa konsultansi terdiri dari komponen Biaya Langsung Personil (Remuneration), Biaya Langsung Non Personil (Direct Reimbursable Cost, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Penyusunan HPS Biaya Langsung Personil tenaga ahli dapat bersumber dari informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain INKINDO (pasal 66 ayat (7) b).

Namun dalam proses pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi harus dilakukan negosiasi teknis dan biaya sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan (pasal 41 ayat (2))

Sedangkan penyusunan HPS untuk biaya non personil disesuaikan dengan ruang lingkup dan metodologi pekerjaan untuk mendukung pelaksanaan tugas penyedia jasa konsultansi tersebut. Harga Satuan Pekerjaan untuk biaya non personil jasa konsultansi dapat pula mengacu kepada Standar Biaya Umum yang ditetapkan Menteri Keuangan setiap tahun

PPK bertanggung jawab untuk menetapkan HPS , apabila satuan kerja PPK tidak memiliki pegawai yang menguasai teknis konstruksimaka PPK dapat meminta bantuan tenaga ahli (konsultan perencana) untuk menyusun HPS.


RANCANGAN KONTRAK
Pihak yang bertugas untuk menyiapkan kontrak adalah Pejabat Pembuat Komitmen (pasal 11 ayat 1.a.(3)). Kontrak tersebut harus mengacu pada rancangan kontrak yang merupakan bagian dari dokumen pengadaan yang ditetapkan oleh PPK sebelum pemilihan dimulai (pasal). Penandatanganan kontrak harus ditandatangani oleh orang yang berhak sebagaimana ketentuan tanpa harus berhadapan langsung dengan pengguna barang/jasa.

Pemilihan jenis kontrak didasarkan pada sifat dan ruang lingkup pekerjaan. Tidak ada ketentuan yang baku untuk menentukan suatu jenis kontrak yang paling sesuai untuk pekerjaan tertentu. Pada prinsipnya jika suatu kontrak memiliki ketidakpastian jumlah atau volume pekerjaan, maka lebih sesuai dengan kontrak harga satuan. Namun jika kontrak untuk pekerjaan yang pasti baik jumlah, volume dan ruang lingkupnya, maka dapat menggunakan kontrak lumpsum. Untuk pekerjaan yang belum memiliki volume yang pasti dapat menggunakan kontrak harga satuan.

Dalam tahapan perencanaan ini demi akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan, secara paralel, PPK mengusulkan satu orang atau lebih untuk menjabat sebagai Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dan Pejabat Peneliti Kontrak (PEPEKON) yang ditujukan kepada PA dan mengangkat PPTK (Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan) untuk membantu pelaksanaan pekerjaan.

Tambahan : Dalam hal DIPA/DPA/PNBP belum disahkan, pengumuman dapat dilakukan dengan mencantumkan kondisi DIPA/DPA/PNBP belum disahkan (pasal 73)
Referenci : Perpres 54/2010 dan LKPP

Share This


Like This