tav

08 December 2014

Tameng Intervensi

Dalam kenyataannya, tidak ada satupun manusia yang luput dari godaan untuk berbuat tidak baik. Semua dari kita pasti akan mengalami hal seperti itu. Mengajak pada ketidakbaikan akan selalu ada hingga akhir hayat setiap manusia. Kita akan selalu di suguhkan sesuatu pandangan yang baik terhadap perbuatan yang tidak baik yang sesat lagi menyesatkan. Banyak yang tertipu dan tergelincir akan tipu daya tersebut kecuali bagi mereka yang memurnikan ketaatan dan keikhlasannya kepada Alloh.


Ketidakbaikan ada disemua sektor kehidupan. Ada pada semua kegiatan termasuk pada pengadaan barang/jasa. Pada posting kali ini akan mengangkat ketidakbaikan yang terjadi pada pengadaan barang/jasa pemerintah di pengelola pengadaan dalam bentuk dan rupa yang bernama intervensi.

Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan tugas dan tanggungjawab yang penuh dengan “bahaya” baik dari dalam maupun dari luar pribadi pengelola. Menjadi “sasaran tembak” itu sudah pasti karena melalui pengelola inilah belanja negara sebagian besar dilakukan. Untuk belanja pengadaan tahun 2013-2014 yang bersumber dari data APBN dan APBD tahun 2013-2014 menyerap anggaran sebesar lebih kurang 828 Triliun. Dari nilai pengadaan tersebut dapat dibayangkan betapa krusialnya posisi pengelola pengadaan.

Oleh karena itu sesuai dengan peraturan pengadaan, PNS yang akan menjadi pengelola pengadaan baik sebagai Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat/Panitia Pengadaan/Pokja ULP, Pejabat Pembuat Komitmen, maupun sebagai Pejabat/Penerima Hasil Pekerjaan HARUS memiliki integritas, disiplin yang tinggi dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Integritas, disiplin yang tinggi dan bertanggungjawab merupakan syarat mutlak yang harus ada dalam diri pengelola. Meski telah dituangkan di dalam Pakta Integritas sebagai perwujudannya namun tidak secara otomatis persyaratan tersebut “tersedia” dalam diri setiap pengelola. Lebih ironis lagi ada yang menandatangani Pakta Integritas tanpa membaca dan memahaminya terlebih dahulu. Pakta Integritas tak lebih dari secarik kertas tak bermakna.

Walau sudah memiliki integritas, disiplin yang tinggi dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bukan tidak mungkin aman dari permasalahan, apalagi jika tidak memiliki integritas dan disiplin serta tanggungjawab, bisa dipastikan akan mengalami degradasi bahkan sampai memutarbalikan tugas dan wewenangnya.

Banyak diantara pengelola pengadaan yang karena satu dan lain hal masih mengalami permasalahan seputar pengadaan. Permasalahan tersebut bisa dalam bentuk fitnah, ancaman bahkan tuduhan yang berlanjut sampai dimejahijaukan. Sungguh satu tugas yang sangat berat yang berbandinglurus dengan resikonya.

Salah satu permasalahan yang “susah-susah mudah” untuk diselesaikan adalah adanya intervensi. Di sinilah integritas dipertaruhkan, kridibilitas dan independensi dipertandingkan.

Integritas, kridibilitas bahkan independensi seseorang seringkali goyah akibat adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu. Intervensi dalam pengertian campur tangan yang berlebihan dalam urusan dan tugas pengelolan pengadaan. Intervensi tersebut dapat berupa perintah baik langsung (lisan) maupun tidak langsung (dengan perantara) untuk mengabaikan sebagian atau seluruh aturan demi memenangkan salah satu penyedia.

Intervensi dalam bentuk “perintah untuk melanggar” aturan merupakan kebijakan yang sangat populer dalam proses pengadaan barang/jasa. Pada keadaan seperti inilah pengelola pengadaan masuk pada lorong kebimbangan untuk memilih mengikuti atau tidak mengikuti.
Jika integritas personil lemah maka pilihan untuk mengikuti akan diambil sebagai bagian “loyalitas dan ketaatan” pada pemimpin meski dengan mengabaikan integritas dan independensi mereka.
Konsekuensi akibat pilihannya mungkin akan terjadi diakhir dan/atau nanti pada waktu mendatang.

Namun jika integritas personil kuat, maka pilihan untuk tidak mengikuti menjadi pilihan utamanya meski konsekuensi akibat penolakan tersebut dapat langsung terjadi baik berupa mutasi atau dibebastugaskan (non job) dengan predikat desersi atau lari dari “tugas dan tanggungjawab”.

Ideal-nya, “perintah untuk melanggar” aturan wajib hukumnya untuk tidak diikuti atau diabaikan. Pengabaian perintah tersebut hanya ada pada mereka yang memiliki integritas yang tinggi untuk berani “melawan” kebijakan yang salah. Itulah salah satu alasan mengapa integritas merupakan persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Integritas salah satu faktor utama yang dapat menepis intervensi.

Di dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, integritas dan loyalitas, independensi dan intervensi masuk pada lingkup sebagaimana yang tertuang di dalam pasal 6 tentang Etika Pengadaan. Jika pengelola pengadaan mengabaikan unsur-unsur etika maka akan BERDAMPAK BURUK bagi proses pelaksanaan yang pada akhirnya akan meniadakan prinsip-prinsip pengadaan yang efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

Sebagaimana diketahui bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Intervensi di dalam pengadaan barang/jasa bisa berada pada setiap tahapan dimulai dari perencanaan sampai dengan penerimaan barang/jasa dilakukan.

BENTUK INTERVENSI PADA TAHAPAN PERENCANAAN.
  1. Penyusunan perencanaan harus didasarkan pada kebutuhan (based on need) bukan semata-mata pada keinginan (based on want). Intervensi seringkali menyebabkan proses penganggaran hanya berdasarkan pada keinginan pihak-pihak tertentu. Identifikasi kebutuhan yang seharusnya menjadi dasar penyusunan kegiatan menjadi terabaikan.
  2. Kebijakan Umum tentang pemaketan pekerjaan. Intervensi pada lingkup ini dalam bentuk menggabungkan beberapa paket pekerjaan dengan kriteria tertentu yang mengarah pada salah satu penyedia. Paket pekerjaan seringkali dibuat dengan nilai tertentu dan hanya mampu dilaksanakan oleh usaha non kecil. Dapat juga dalam bentuk memecahkan paket pekerjaan untuk menghidari pelelangan
  3. Kebijakan Umum Tentang Cara Pengadaan. Intervensi dalam lingkup ini dapat berupa penetapan paket pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh penyedia dibuat sedemikian rupa agar dapat dilaksanakan sendiri oleh L/D/I dengan swakelola.
  4. Kebijakan Umum tentang Organisasi Pengadaan. Intervensi pada lingkup ini sangat kental akan praktek KKN. Biasanya pimpinan akan menunjuk mereka yang dapat diatur untuk mengikuti “perintah”. Persyaratan tidaklah menjadi kewajiban. Oleh karena itu pada beberapa L/D/I, pengelola pengadaan dari tahun ke tahun tidak pernah berubah dan selalu dijabat oleh orang -orang yang sama.

BENTUK INTERVENSI PADA TAHAPAN PEMILIHAN.
Pada tahap ini tekanan intervensi mengalami titik puncak. Pengawasan melekat pada tahapan proses pemilihan. Pada tahap ini cendrung independensi pengelola pengadaan (pokja) drop. Bagai robot, pokja diarahkan pada satu penyedia. Proses pemilihan akan dibuat sedemikian rupa agar pemenang yang telah tersedia berdasarkan arahan dapat mengantongi predikat pemenang secara formal. Proses pemilihan sebatas formalitas dan administrasif. Segala prosedur yang dijalankan hanyalah upaya untuk menggugurkan kewajiban saja.

Beberapa contoh indikasi akibat intervensi dalam proses pemilihan :
  1. Persyaratan kualifikasi bertele-tele dan tak sesuai dengan ketentuan dan lingkup pekerjaan;
  2. Spesifikasi dan Persyaratan Teknis mengada-ngada dan cendrung mengarah pada kemampuan satu penyedia yang telah diatur sebelumnya;
  3. Proses pemilihan sengaja dilakukan tidak secara elektronik dengan membuat alasan tertentu yang tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan;
  4. Mesti bukan menjadi patokan, pemenang selalu bukan peringkat yang terendah;
  5. Nilai harga penawaran Pemenang cendrung hampir mendekati HPS;
  6. Tidak ada sanggahan karena penyedia yang gugur telah diatur sedemikian rupa untuk tidak mempermasalahkan proses pemilihan;
  7. Dan sebagainya.

BENTUK INTERVENSI PADA TAHAPAN PELAKSANAAN.
  1. Proses pelaksanaan pekerjaan dimulai dengan diterbitkannya konntrak oleh PPK. Namun sebelum PPK menerbitkan kontrak, ada tahapan yang seharusnya disikapi PPK dengan benar dan teliti guna menghindari kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan yakni Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) oleh PPK. PPK semestinya meneliti proses pemilihan yang dilakukan oleh ULP sebelum menerbitkan SPPBJ. PPK bisa saja tidak sependapat dengan keputusan Panitia/Pokja ULP dalam hal penetapan pemenang jika melihat ada proses yang tidak sesuai dengan ketentuan/melanggar prosedur. PPK mempunyai kewenangan untuk tidak menerbitkan SPPBJ. Selanjutnya permasalahan tersebut dibawa ke tingkat PA/KPA untuk diputuskan. Keputusan PA/KPA bersifat final. Intervensi bisa saja membuat PPK untuk tidak meneliti meski memiliki porsi;
  2. Merubah kontrak dengan alasan yang dibuat-buat guna menambah nilai kontrak, menambah jangka waktu pelaksanaan melalui rekayasa kondisi lapangan dan sebagainya. Addendum dibuat untuk memfasilitasi kepentingan pihak tertentu.
  3. Pembayaran Termyn dan Serah Terima Pekerjaan melalui BA Pemeriksaan ditandatangani sesuai dengan keinginan penyedia walau realisasi pelaksanaan dilapangan tidak sesuai dengan ketentuan didalam kontrak. Serah Terima (BAST) Hasil Pekerjaan terpaksa harus ditandatangani oleh PPHP agar SPP dapat dilakukan oleh PPK.

BENTUK INTERVENSI PADA TAHAPAN PEMERIKSAAN (AUDIT)
Aparat Pengawas Intern Pemerintah adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. Audit yang dilaksanakan oleh Inspektorat (internal) maupun BPK/BPKP bukan mustahil juga mengalami intervansi. Kevalidan audit menjadi barang langka jika ada intervensi dalam tahapan ini. Bentuk intervansi dalam tahap audit diantaranya :
  1. Hasil audit tidak ditemukan bukti atas kerugian negara dan/atau bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan.
  2. Yang paling sering dilakukan adalah pemberian rekomendasi yang bersipat administratif dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion) ;
Mudah-mudahan tulisan ini dapat dijadikan gambaran yang harus dipertimbangkan bagi para pengelola pengadaan. Memang tidak semua pelaksanaan mengalami tekanan (intervensi) dari luar, bisa jadi tekanan datang juga dari dalam diri dan keluarga. Itulah dunia dengan segala fenomenanya. Namun yang pasti segala prilaku keduniaan selalu melekat selama ada kehidupan. Baik dan buruk saling berdampingan. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan memanagerial lingkungan dengan tetap mengedepankan integritas dan ketaatan pada peraturn. Masih banyak orang yang memiliki integritas dan ketaatan hukum meski prosentase tidak lebih besar dari ketidaktaatan.

Mulailah dengan yang baik walau tidak banyak yang melakukannya. Kalau bukan kita, siapa lagi.Karena pada hakikatnya, yang menyelamatkan diri kita adalah kita sendiri.

“Wahai orang-orang beriman, selamatkanlah dirimu dan keluargamu dari Neraka"




Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan