tav

05 January 2015

Hati-hati dalam menyusun SK Organisasi Pengadaan

Surat Keputusan bukanlah selembar dan/atau beberapa lembar kertas yang tidak memiliki arti dan konsekuensi. Surat Keputusan (SK) merupakan salah satu produk Peraturan Resmi yang diakui secara hukum.
Surat Keputusan adalah surat yang berisi suatu keputusan yang dibuat oleh pimpinan suatu organisasi atau lembaga pemerintahan berkaitan dengan kebijakan organisasi atau lembaga tersebut yang mengikat secara hukum bagi subjek-subjek hukum terkait yang bersifat individual dan konkret atau berisi penetapan administratif.

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Meski tidak masuk pada hirarki hukum namun sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Surat Keputusan masuk pada kategori hukum yang tata cara pembuatan Surat Keputusan harus mengacu pada peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Pasal 100 UU No. 12 Tahun 2011 “Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang ini.”

Pada pasal 97 UU No. 12 Tahun 2011, Teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Keputusan Pimpinan DPR, Keputusan Pimpinan DPD, Keputusan Ketua Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Ketua Komisi Yudisial, Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Badan, Keputusan Kepala Lembaga, atau Keputusan Ketua Komisi yang setingkat, Keputusan Pimpinan DPRD Provinsi, Keputusan Gubernur, Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang setingkat.

Dengan demikian tata cara pembuatan Surat Keputusan tidaklah asal jadi dan/atau tanpa dasar yang bisa dipertanggungjawabkan karena Surat Keputusan menjadi latar belakang suatu tatanan dalam lingkup sebagaimana dikutmnya dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UNSUR SURAT KEPUTUSAN
Surat keputusan memiliki 2 Unsur pokok, yaitu:

  1. Konsideran : yaitu landasan atau dasar hukum dibuatnya keputusan tersebut. Pada bagian ini ditandai dengan kata-kata seperti Menimbang, Mengingat, atau Memperhatikan.
  2. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang, memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang–undangan. tentang dikeluarkan keputusan tersebut;  Contoh.
    Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2014 Peraturan Kepala Nomor 2011 Tahun 2018 tentang ………………
    Konsiderans diawali dengan kata Memperhatikan merupakan pernyataan tentang fakta, situasi dan kondisi yang mendorong untuk dikeluarkannya keputusan tersebut; Contoh.
    Memperhatikan : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2014 Peraturan Kepala Nomor 2011 Tahun 2018 tentang ………………
    Konsiderans diawali dengan kata Mengingat merupakan pernyataan yang menyebutkan peraturan atau perundang-undangan yang melandasi dikeluarkannya keputusan tersebut; Contoh.
    Mengingat : Pasal 15, Pasal 20, dan Pasal 21 Peraturan ……………
  3. Diktum Keputusan : yaitu isi dari keputusan, ditandai dengan adanya kata Memutuskan dan Menetapkan. Diktum terdiri atas kata-kata Memutuskan, Menetapkan dan jenis dan nama Peraturan Perundang-undangan.
  4. Memutuskan, merupakan pernyataan yang merumuskan ketetapan atau kebijakan-kebijakan mengenai suatu yang berhubungan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya. Contoh: MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG–UNDANG TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH.

Diktum adalah bagian surat keputusan yang berisi butir-butir ketetapan. Diktum merupakan isi inti sebuah surat keputusan. Apa saja yang akan ditetapkan oleh pengambil keputusan, semuanya dihimpun dalam diktum. Hal-hal yang tercantum di dalam diktum keputusan tidak boleh bertentangan dengan konsideran yang mendasari dikeluarkannya Surat Keputusan. Sesuatu ketetapan yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi “secara otomatis batal demi hukum”.

Satu contoh, dalam sebuah Surat Keputusan tentang Pengangkatan Pokja dalam pengadaan barang dan jasa dimana salah satu konsiderannya adalah Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 berikut perubahan dan petunjuk teknisnya, dan di dalam diktum putusannya menyatakan bahwa, Pejabat Pengadaan berkewajiban untuk melaksanakan proses pengadaan dengan nilai 1 Milyar.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 berikut perubahan dan petunjuk teknisnya, Pejabat Pengadaan berwenang melakukan pemilihan dengan nilai maksimal 200 juta dan khusus untuk konsultansi dengan nilai maksimal 50 juta.

Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa diktum dalam Surat Keputusan bertentangan dengan konsideran yang mendasari Surat Keputusan tersebut. Secara hukum SK tersebut cacat dan tidak sah untuk dilaksanakan disebabkan tidak ada dasar memayunginya dan bersipat anomali. Ini salah satu akibat jika hobby copy paste (copas) di teruskan tanpa memahami substansi dan tupoksi.

Berpijak pada ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 2011, maka proses pendelegasian kewenangan dari Pengguna Anggaran kepada Pejabat Pengadaan seperti yang tertuang dalam Diktum Keputusan tersebut tidak bisa dijalankan karena bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih atas.

Oleh karena itu dalam perancang dan membuat Surat Keputusan haruslah dipahami dengan benar isi dari konsideran agar keputusan tidak bersalahan dan bertentangan.
Salah satu unsur yang selalu membuat surat keputusan menjadi batal adalah bertentangannya isi keputusan dengan dasar keputusan akibat dibuat dengan sekedar copas dan/atau meniru keputusan yang telah ada sementara substansinya berbeda.

Karena Surat Keputusan merupakan bagian dari hirarki hukum maka sudah seharusnya yang merancang dan membuatnya adalah seseorang yang mengerti aturan dan hukum yang berlaku. Hal ini guna mengindari kesalahan yang dapat mengakibatkan tidak berlakunya surat keputusan tersebut. Yang lebih berbahaya lagi jika surat keputusan salah akibat bertentangan dengan konsiderannya namun tetap dijalankan sehingga tidak ada alasan yang dibenarkan jika dikemudian hari bersangkutan dengan masalah hukum.

Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan