tav

08 January 2015

Keberhasilan menuju kehancuran

Berhasil !
Satu kata yang selalu menjadi tujuan dalam setiap rangkaian rencana dan cita-cita. Berhasil dalam menggapai keinginan, berhasil dalam bercinta, berhasil dalam berkeluarga, berhasil dalam berusaha, bernegara dan lain sebagainya. Kita mesti berhasil dalam setiap tindakan yang kita lakukan. Normatif dan manusiwi.

Guna mencapai keberhasilan, dibuatlah satu rencana tindakan dan indikator keberhasilan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dengan mengadopsi penelitian dan pengkajian, indikator-indikator tersebut disusun rapi dan apik menurut kondisi yang akan dilalui.

Indikator –indikator tersebut akan selalu memenuhi benak setiap “penggapai tujuan” dari semua lingkup baik yang berada pada diri sendiri (personility), keluarga, masyarakat dan negara dalam kerangka menuju suatu keberhasilan.

Saat ini aku tidak akan membicarakan keberhasilan secara pribadi karena tidak akan mencerminkan secara menyeluruh, namun aku akan membicarakan pada lingkup yang lebih besar yakni dalam kerangka negara, karena aku ada dan berada dalam negara yang aku tempati. Keberhasilan suatu negara. Ya. Itu yang dibahas karena hal itu yang telah dan akan dirasakan dan dialami oleh semua orang termasuk aku.

Tujuan suatu negara tidak lain adalah membahagiakan seluruh masyarakatnya dalam pengertian masyaratat secara menyeluruh yang tercermin pada indikator-indikator yang dibuat pemerintah. Indikator-indikator tersebut meliputi seluruh aspek peri kehidupan. Salah satunya yang selalu digadang-gadangkan adalah indikator keberhasilan secara ekonomi. Kapital dan pendapatan masyarakat. Sungguh satu indikasi yang dapat mewakili indikator lainnya, karena jika secara ekonomi berhasil aka bisa jadi aspek kehidupan lainnya dapat berjalan mengikutinya. Sangat manusiawi jika tarap penghidupan ekonomi meningkat maka kemiskinan, kebodohan dan lainnya dapat berjalan mengikutinya. Indikator keberhasilan ekonomi menjadi tolok ukur keberhasilan suatu negara. It’s oke !

Jika harus jujur dalam menilai perkembangan perekonomian saat ini. Sadar ataupun tidak sadar, usaha-usaha yang dilakukan pemerintah saat ini yang bertujuan untuk menaikkan taraf ekonomi rakyat telah berhasil dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Disana sini pembangunan berkembang, kebodohan berkurang karena dibangun sebanyak mungkin instansi pendidikan dengan mekanisme yang terukur. Kemampuan pendidikan bertaraf internasional. Terbukti, dengan banyaknya orang pintar dalam negara ini. Keberhasilan dalam dunia pendidikan sangat terasa sekali baik pendidikan formal maupun pendidikan informal. Saat ini PNS dibatasi minimal S1 dan diluar PNS dipersyaratkan yang berpengalaman. Ini mengiktibarkan bahwa didalam pemerintahan, pendidikan sarjana merupakan level terendah sedangkan diluar pemerintahan indikasinya pendidikan informal yang berpengalaman.

Pendidikan masyarakat Indonesia dapat dikatakan paling maju di Asia. Terbukti setiap ada olimpiade pendidikan baik itu olimpiade fisika, matematika, robot dan lainnya, Indonesia selalu keluar sebagai juara. Ini bukti pendidikan kita lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
It’s real !

Disisi lain, kekayaan alam Indonesia yang berlimpah ruah menjadi modal peningkatan perekonomian yang dijalankan dengan SDM yang berpendidikan tinggi. Laut yang luas, hasil hutan yang berbentang hitung, hasil bumi yang bertumpuk menjadikan Indonesia negara yang kaya raya. Ini kenyataan yang pantas untuk dituturkan. Tak ada seorangpun yang akan menafikannya.

Singkat kata, ancungan jempol untuk pendidikan dan perekonomian di Indonesia. Itu kejujuran yang mestinya dituturkan kalau perlu dengan pekikan. Namun sayang, pendidikan dan ekonomi untuk keselamatan dunia tidak dibarengi dengan pendidikan dan ekonomi untuk sisi lainnya. Bukan mengabaikan peran dan kerja ulama serta pemuka agama lainnya, namun selama ini tidaklah memberi bekas yang nyata akan kemajuan pendidikan agama, khususnya akhlak di negara ini.

Keberhasilan pendidikan guna menghasilkan keutuhan pembinaan kerohanian jauh terbelakang berbanding dengan keberhasilan ekonomi. Memang peningkatan nilai-nilai kerohanian bukan indikator keberhasilan, namun menjadi indikator keselamatan yang hakiki.

Kemerosotan akhlak saat ini bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya. Ada sebab yang mempengaruhi sehingga akhlak yang seharusnya menjadi sesuatu yang utama menjadi sesuatu yang kurang penting.

Sebab kemerosotan akhlak adalah MENINGGALKAN RASULULLAH

Makna dari meninggalkan Rasulullah adalah membelakangi Rasulullah. Tidak mengikuti teladan yang telah disampaikan Rasulullah untuk menuju keselamatan dunia maupun akherat. Akibatnya, jauhlah ia dari Rasul dan sunnahnya baik lahiriah maupun bathiniah.

Jauh dari sunnah secara batin artinya tak ada kemauan yang tulus dan kuat untuk mempelajari sunnah-sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam, apalagi untuk mencintai dan mengagungkan sunnah-sunnah beliau. Tidak ada suasana batin yang bergelora untuk menegakkan sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dan yang lebih memilukan, adanya sebagian kaum muslimin yang alergi dan apatis terhadap sunnah-sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan memandang sebelah mata terhadap orang-orang yang mengamalkan sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sungguh menyedihkan !!!
Demikian juga secara lahir, tidak ada kemauan dan usaha untuk menegakkan sunnah-sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam hidup. Kalaupun mendirikan Shalat, yang penting Shalat, cukup. Tak ada perasaan kurang afdhal karena tidak sesuai dengan sunnah-sunnah yang Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam ajarkan. Apalagi dalam kehidupan sehari-hari. Sungguh sangat ironi umat ini !!!

Dalam Islam, segala tindaktanduk seorang muslim wajib hukumnya mengikuti sunnah Rasulullah.

"Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia". (HR. Bukhari)
 "Barangsiapa yang tidak suka terhadap sunnahku, maka dia bukan dari golongan (umatku)ku." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Apa dan bagaimana akhlak Rasulullah ?
Rasulullah SAW dalam selama hidupnya didunia memberikan teladan dalam berbagai kapasitasnya sebagai manusia. Sejak dilahirkan hingga wafat, teladanlah yang disampaikannya kepada umat.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu adalah menjadi suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Ilahi dan (kedatangan) hari kiamat dan orang-orang yang senantiasa ingat kepada Allah.” (QS. Al-Ahzab XXXIII: 21).

PERTAMA, RASULULLAH SEBAGAI ANAK
Beliau terlahir dalam keadaan Yatim, dibesarkan oleh kakek yang sangat menyayanginya, kemudian oleh paman yang begitu mencintainya. Di antara akhlak Rasulullah SAW ialah baginda sentiasa berbicara benar dalam semua keadaan. Beliau tidak pernah berdusta dalam ucapannya dan melakukan seperti mana yang diperkatakannya. Hingga beliau mendapat gelar “al amin” yang artinya dapat dipercaya. Dari masa kecil, Rasulullah sudah menunjukan adab yang sempurna baik kepada orangtua maupun dengan teman-temannya.

Jika dibandingkan dengan saat ini, terasa sekali kemerosotan nilai adab yang sangat luhur tersebut hingga tidak jarang kita mendengar dan melihat seorang anak membohongi orangtuanya. Berkata kasar bahkan memukul orangtuanya.

Hal tersebut bisa jadi karena kurang dan/atau tidak adanya pendidikan akhlak (agama) sejak dini. Apalagi pendidikan formal disekolah lebih mengedepankan pendidikan non akhlak. Orang tua akan bangga bila anaknya mampu berbahasa Inggris dengan baik, mampu menghitung cepat, mampu berpidato dan tak merasa penting atau tak begitu peduli bagaimana anaknya paham atau tidak tentang etika dan agama, sopan santun dan hormat menghormati dan lain sebagainya.

“Maukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mau, wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau segera terdiam. (Al-Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud dengan durhaka kepada kedua orang tua ialah tidak mau menthaati perintahnya yang baik-baik, melakukan hal-hal yang dibencinya, membuat sakit hatinya meskipun hanya dengan kata-kata "hus, cis, ah, dsb", menghina dan merendahkannya.

Berita terakhir yang sedang ngetop, bagaimana seorang anak memejahijaukan orangtuanya yang sudah uzur. Mana adab dan etika pada kasus ini !
Yang tergambar dengan nyata tidak lain adalah hilangnya adab dan etika antara anak dengan orang tua.
 “Keredaan Allah bergantung kepada keredaan ibu bapa dan kemurkaan Allah bergantung kepada kemurkaan ibu bapak.” (Hadis riwayat dari Tirmizi)

KEDUA, RASULULLAH SEBAGAI ORANG TUA
Anak ibarat kertas putih, yang bisa ditulis dengan tulisan apa saja. Peran orangtua sangatlah vital. Karena melalui orangtualah, anak akan menjadi manusia yang baik atau tidak.
Rasulullah SAW, sebagai teladan paripurna, telah memberikan tuntunan bagaimana mendidik dan mempersiapkan anak. Dan hal yang paling penting adalah keteladanan dalam melakukan hal-hal yang utama. Inilah yang harus dilakukan orangtua. Bukan hanya memerintah dan menyalahkan, tapi yang lebih penting adalah memberikan contoh konkret. Secara simultan hal itu juga harus ditopang oleh lingkungan, pergaulan, dan masyarakat.

Anak adalah amanat Allah kepada kita, masing-masing dari kita berharap anaknya menjadi anak yang baik, dan maka dari itu di-butuhkan optimalisasi tanggung jawab dan peran dari orang tua. Meskipun pada dasarnya seorang anak lahir di atas fitrah, akan tetapi ini tidak berarti kita membiarkannya tanpa pengarahan dan bimbingan yang baik dan terarah, karena sesuatu yang baik jika tidak dijaga dan dirawat, ia akan menjadi tidak baik akibat pengaruh faktor-faktor eksternal.

Pendidikan dan pengarahan yang baik terhadap anak sebenarnya sudah harus dimulai sejak anak tersebut belum lahir bahkan sebelum anak tersebut ada di dalam kandungan. Sudah banyak hadits yang menyebutkan hal tersebut, bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah kemudian lingkungan dan pengajaranlah yang nantinya akan mempengaruhi fitrah tersebut.
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fithrah, maka kedua ibu-bapaknyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani atau seorang Majusi”.

Disinilah letak tanggungjawab utuh orangtua dalam mengarahkan anaknya agar menjadi baik menurut Allah dan RasulNya.

Salah satu amal yang tidak pernah terputus pahalanya sekalipun kita telah meninggalkan dunia ini adalah anak yang shaleh. Doa anak yang shaleh merupakan salah satu doa yang insya Allah pasti terkabul. Karenanya, orangtua harus mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Jika tidak, anak akan tumbuh menjadi seorang yang berkepribadian rusak dan hancur yang pada gilirannya akan merugikan orangtua itu sendiri.
Dari Abi Hurairah r.a. sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. bersabda : “Seseorang itu mengikuti agama orang kesayangannya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang diantara kalian memperhatikan siapa yang menjadi kesayangannya.” (Hadits Riwayat Abu Dawud)

Sesungguhnya memang tidak mudah memikul beban untuk membesarkan anak hingga menjadi pribadi yang kita harapkan dapat meraih sukses dunia dan akhirat. Semua butuh kesabaran, kerja keras, keikhlasan, dan masih banyak lagi. Tata cara mendidik anak ala Rasulullah SAW.
  1. Menanamkan Nilai-nilai Ketauhidan. Mengajarkan tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah kepada-Nya, menjadikannya lebih mencintai Allah daripada selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah. Selain itu, orangtua harus menekankan bahwa setiap langkah manusia selalu dalam pengawasan Allah Swt. dan penerapan konsep tersebut adalah dengan berusaha menaati peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Terlebih dahulu, orangtua selaku guru (pertama) bagi anak-anaknya harus mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Ini adalah pendidikan yang paling urgen di atas hal-hal penting lainnya.
  2. Menjadi Sahabat dan Mendidik dengan Keteladanan. Setiap anak akan belajar dari lingkungannya dan dalam hal ini lingkungan keluarga akan sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya. Orang-orang di sekelilingnya akan menjadi model dan contoh dalam bersikap. Sudah selayaknyalah orangtua memberi keteladanan kepada anak-anaknya. Para orangtua sebaiknya memberikan contoh yang baik sesuai dengan nasihat dan ucapannya kepada para anaknya. Akan sangat lucu jika yang disampaikan orangtua kepada anak-anaknya ternyata tidak dilakukan oleh orangtua itu sendiri. Dalam Islam, keteladanan dari orangtua sangat menentukan terlebih di zaman sekarang media tontonan tidak dapat diharapkan menjadi contoh yang baik bagi pembentukan akhlak anak-anak muslim.
  3. Mendidik dengan Kebiasaan. Suatu kebaikan harus dimulai dengan pembiasaan. Anak harus dibiasakan bangun pagi agar mereka gemar melaksanakan shalat Subuh. Anak harus dibiasakan ke masjid agar mereka gemar melakukan berbagai ritual ibadah di masjid. Pembiasaan itu harus dimulai sejak dini, bahkan pembiasaan membaca Al-Quran pun bisa dimulai sejak dalam kandungan. Pembiasaan shalat pada anak harus sudah dimulai sejak anak berumur tujuh tahun.
  4. Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak. Sebagai upaya menumbuhkan rasa percaya diri anak, Rasulullah Saw. menggunakan beberapa cara berikut. Saat sedang berpuasa, Rasulullah mengajak anak-anak bermain sehingga siang yang panjang terasa cepat. Anak-anak akan menyongsong waktu berbuka dengan gembira. Hal ini juga membuat anak memiliki kepercayaan diri sehingga sanggup berpuasa sehari penuh. Sering membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, resepsi, atau bersilaturahim ke rumah saudara sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan diri sosialnya. Mengajari Al-Quran dan As-Sunnah serta menceritakan sirah nabi untuk meningkatkan kepercayaan diri ilmiahnya. Menanamkan kebiasaan berjual-beli untuk meningkatkan kepercayaan diri anak terkait ekonomi dan bisnis. Di samping itu, sejak dini anak akan terlatih mandiri secara ekonomi.
  5. Memotivasinya Anak Berbuat Baik. Seorang anak, meski kecil, juga terdiri dari jasad dan hati. Mereka dilahirkan dalam keadaan bersih dan suci sehingga hatinya yang putih dan lembut itu pun akan mudah tersentuh dengan kata-kata yang hikmah. Anak-anak, terutama pada usia emas (golden age), cenderung lebih mudah tersentuh oleh motivasi ketimbang ancaman. Karenanya, hendaknya orangtua tidak mengandalkan ancaman untuk mendidik buah hati. Ketimbang mengancam, lebih baik orangtua memotivasi anak dengan mengatakan bahwa kebaikan akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya. Itu pulalah yang dicontohkan oleh Rasulullah kepada kita ketika beliau mendidik para sahabat.
  6. Sediakan Waktu untuk Makan Bersama Anak. Rasulullah Saw. senantiasa menyempatkan untuk makan bersama anak-anak. Cara tersebut akan mempererat keterikatan batin antara orangtua dan anaknya. Dengan begitu kita dapat meluruskan kembali berbagai kekeliruan yang mereka lakukan melalui dialog terbuka dan diskusi. Alangkah baiknya jika ibu dan bapak berkumpul dengan anak-anak ketika makan bersama sehingga mereka merasakan pentingnya peran kedua orangtuanya. Hal ini juga dapat mempermudah meresapnya segala nasihat tentang perilaku, keimanan, atau pendidikan.
  7. Mendidik dengan Reward/Hadiah. Memberi hadiah adalah salah satu penghargaan yang dapat melunakkan hati anak sehingga mereka akan bersimpati kepada kita dan akhirnya mau melaksanakan nasihat yang kita berikan. Namun perlu diingat, tidak semua perbuatan baik anak harus dihargai dengan materi. Lakukan reward yang bervariasi, bisa dengan pujian, ciuman, belaian, uang, dan lain-lain.
    Rasulullah senang bermain-main (menghibur) dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, “ Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).”merekapun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.;
  8. Mendidik dengan Hukuman.Cara ini boleh dilakukan jika cara-cara di atas tidak berhasil. Memang di dalam Islam, menghukum diperbolehkan selama tidak berlebihan seperti sampai menyebabkan luka. Hukuman tersebut usahakan menimbulkan efek jera kepada anak agar ia tidak mengulangi perbuatannya. Akan tetapi harus diperhatikan adab-adabnya, jangan sampai berlebihan yang akhirnya akan membuat anak menjadi dendam. " Demi Allah seandainya anakku Fatimah mencuri nescaya aku potong tangannya";
  9. Memahami Keadaan Anak Secara Baik dan Menggunakan Metode yang Tepat.Setiap anak memiliki karakter dan pribadi yang berbeda walaupun berasal dari orangtua yang sama. Cari metode yang tepat dan jitu sehingga anak dapat diarahkan dengan lebih mudah.
Pendidikan dan pengarahan yang baik terhadap anak sebenarnya sudah harus dimulai sejak anak tersebut belum lahir bahkan sebelum anak tersebut ada di dalam kandungan. Sudah banyak hadits yang menyebutkan hal tersebut, bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah kemudian lingkungan dan pengajaranlah yang nantinya akan mempengaruhi fitrah tersebut.

Seorang anak menjalankan seluruh kehidupannya di dalam lingkungan keluarga, maka keluarga sangat bertanggung jawab dalam mengajari anak tentang berbagai macam perilaku Islami. Keluarga juga bertanggung jawab untuk membekali anak dengan nilai-nilai pendidikan sosial yang baik. Yang harus diperhatikan dan sangat penting dalam kehidupan anak yaitu pendidikan aqidah, lalu pendidikan rukun iman, pendidikan ibadah, dan pendidikan akhlaq. Sangat penting diajarkan kepada anak bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang mempunyai akhlaq yang mulia. Dan itu juga ditopang dengan contoh yang mereka temukan di dalam keluarga dan lingkungan.

Setiap anak muslim hendaknya diajari untuk selalu berakhlaq baik, seperti sikap ihsan, amanah, ikhlas, sabar, jujur, tawadhu, malu, saling menasihati, adil, membangun silaturahim, menepati janji, mendahulukan kepentingan orang lain, suci diri, dan pemaaf. Akhlaq yang baik merupakan fondasi dasar dalam ajaran Islam. Dan akhlaq yang baik diperoleh dengan berjuang untuk menyucikan jiwa, mengarahkannya untuk berbuat , dan menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Oleh karena itu perbuatan ibadah tidak lain merupakan sarana untuk mencapai akhlaq yang baik. Dalam hal ini Rasulullah SAW adalah contoh yang paling baik, teladan yang paripurna, dunia akhirat.

Rasulullah SAW telah memberikan teladan tentang kasih sayang kepada anak-anak. Bahkan, Nabi akhir zaman itu dijuluki sebagai bapak para anak yatim.

Akhir-akhir ini, masih sering terdengar kasus kekerasan terhadap anak, baik oleh orang dewasa bahkan orangtuanya sendiri. Bentuknya beragam, mulai dari penelantaran anak, kekerasan di sekolah, hingga yang menyebabkan anak bunuh diri.

Ini memprihatinkan. Tidak ada pembenar, dengan argumen apapun, yang membolehkan kekerasan pada anak-anak. Sehingga wajar bila pelakunya mendapatkan hukuman berat sesuai aturan yang berlaku.

KETIGA, RASULULLAH SEBAGAI SUAMI

Suami adalah nakhoda yang akan menentukan kemana “kapal” rumah tangga akan berlayar dan akhirnya berlabuh. Suami adalah pemimpin dalam keluarga, pemimpin bagi isterinya, dan pemimpin bagi anak-anaknya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang senantiasa memperjuangkan siapa yang dipimpinnya dan senantiasa menjadi contoh atau teladan yang baik bagi mereka yang dipimpinnya.
Dengan kata lain, suami yang baik adalah suami yang senantiasa mengutamakan kepentingan keluarga dan mampu menjadi teladan yang baik bagi anak dan isterinya. Menjadi suami yang otoriter, suka bermalas-malasan, emosional, mudah menyerah, adalah beberapa ciri dari seorang suami yang tidak mampu menjadi teladan bagi anak dan isterinya.

Selama hidupnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang lelaki mulia yang senantiasa menghormati kaum wanita, termasuk isteri-isteri beliau. Begitu hormatnya Rasulullah kepada kaum hawa hingga dalam salah satu sabdanya beliau mengatakan,
“Tidaklah yang menghormati wanita-wanita kecuali orang mulia. Dan tidaklah yang menghinakan wanita kecuali orang yang hina pula. (HR. Ibn. Asakar)

Teladan Rasulullah sebagai seorang suami dalam memimpin rumah tangga adalah :

Rasulullah selalu berlaku Adil
Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan perilaku adil terhadap istri-istrinya dalam segala hal, termasuk sesuatu yang remeh dan sepele. Beliau adil terhadap istri-istrinya dalam pemberian tempat tinggal, nafkah, pembagian bermalam, dan jadwal berkunjung. Beliau ketika bertandang ke salah satu rumah istrinya, setelah itu beliau berkunjung ke rumah istri-istri beliau yang lain.
“Apabila seorang laki-laki memiliki dua istri namun tidak berlaku adil di antara keduanya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.”
Bertakwalah kalian kepada Allah dan bersikaplah adil di antara anak-anak kalian!’(HR. Bukhari)

Rasulullah SAW sangat demokrasi
Dalam menyelesaikan suatu persoalan Rasulullah saw selalu mengajak istri-istrinya berdiskusi dan bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat mereka, meski beliau seorang pemimpin. Suasana sedemokrasi di keluarga Rasullah merupakan revolusi mental cara memandang seorang wanita, padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus dengannya.

Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau kepemimpinan keluarga, berada ditangan laki-laki. Allah swt berfirman:

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Al Baqarah:228.

Adalah pendapat dari Ummu Salamah ra pada peristiwa Hudaibiyah, membawa berkah dan keselamatan bagi umat Islam. Ummu Salamah memberi masukan kepada Nabi agar keluar menemui para sahabat tanpa berbicara dengan siapa pun, langsung menyembelih hadyu atau seekor domba dan mencukur rambutnya. Ketika beliau melaksanakan hal itu, para sahabat dengan serta-merta menjalankan perintah Nabi saw, padahal sebelumnya mereka tidak mau melaksanakan perintah Rasul, karena mereka merasa pada pihak yang kalah pada peristiwa itu. Mereka melihat bahwa syarat yang diajukan kaum kafir Quraisy tidak menguntungkan kaum muslimin.

Istri-istri Rasulullah saw memberi masukan tentang suatu hal kepada Nabi, beliau menerima dan memberlakukan mereka dengan lembut. Beliau tidak pernah memukul salah seorang dari mereka sekali pun. Belum pernah terjadi demikian sebelum datangnya Islam. Perempuan sebelum Islam tidak punya hak bertanya, mendiskusikan dan memberi masukan apalagi menuntut.

Namun demikian Rasulullah saw tidak pernah menggap sepele kesalahan yang diperbuat oleh salah satu dari istri. Beliau pasti meluruskan dengan cara yang baik.

Rasullullah bergotong royong dalam urusan keluarga
Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan khidmah atau pelayanan ketika di dalam rumah. Beliau selalu bermurah hati menolong istri-istrinya jika kondisi menuntut itu. Dalam kehidupan berumahtangga, Rasulullah telah memperlihatkan suatu teladan yang baik untuk diikuti oleh seseorang suami dalam mengurus rumahtangganya. Sebagai seorang suami Rasulullah s.a.w. sangat timbang rasa dan bersedia membantu keluarganya. Banyak pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri, seperti menjahit pakaian, memerah susu kambing dan apabila ingin makan Rasulullah akan makan makanan yang sedia dan ada saja.

Penyenang bagi Istrinya
Rasulullah saw mengetahu betul kebutuhan sorang wanita untuk berdandan di depan laki-lakinya, begitu juga laki-laki berdandan untuk istrinya. Adalah Rasulullah saw paling tampan, paling rapi di antara manusia lainnya. Beliau menyuruh sahabat-sahabatnya agar berhias untuk istri-istri mereka dan menjaga kebersihan dan kerapihan. Rasulullah saw bersabda: “Cucilah baju kalian. Sisirlah rambut kalian. Rapilah, berhiaslah, bersihkanlah diri kalian. Karena Bani Isra’il tidak melaksanakan hal demikian, sehingga wanita-wanita mereka berzina.”
Rasulullah saw tidak tidak lupa bermain, bercanda-ria dengan istri-istri beliau, meskipun tanggungjawab dan beban berat di pundaknya. Karena istirahat, canda akan menyegarkan suasan hati, menggembirakan jiwa, memperbaharui semangat dan mengembalikan fitalitas fisik.

Penyayang dan bersikap lemah lembut kepada istrinya
Tatkala wanita adalah sosok yang lemah maka seorang lelaki diuji dengan wanita, karena barangsiapa yang akhlaknya sombong dan keras maka akan nampak akhlaknya tersebut tatkala ia menguasai orang lain. Dan seburuk-buruk penguasaan adalah terhadap sosok yang lemah yang berada dibawah kekuasaannya. Orang yang akhlaknya buruk dan rendah serta kurang kasih sayangnya akan terungkap akhlaknya tatkala ia bermu’amalah dengan orang-orang yang lemah. Bahkan sikap menguasai (semena-mena) terhadap orang-orang yang lemah adalah (pada hakikatnya) merupakan sikap sosok yang lemah (kepribadiannya). Kalau mereka memang kuat (kepribadiannya) dalam akhlak mereka maka hati mereka tidak akan keras terhadap orang-orang yang membutuhkan kasih sayang.

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kamu ialah yang paling baik kepada isterinya" (HR Tirmidzi)
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku” (HR At-Thirmidzi)


KEEMPAT, RASULULLAH SEBAGAI PEMIMPIN
Bagaimana corak teladan Rasulullah dalam memimpin ?
Rasulullah memimpin dengan ilmuNya sehingga corak kepemimpinannya selalu mengacu pada Alquran yang diturunkan kepadanya.

Nabi Muhammad sebagai negarawan. Setelah Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tenaga inti yang sudah terlatih dan terseleksi, yaitu kaum Muhajirin, dibantu oleh kaum Anshar, maka dalam masa kurang lebih 10 tahun, satu masa yang relatif pendek, Rasulullah telah berhasil membangun satu pemerintahan Islam, yang lengkap memenuhi unsur-unsur yang diperlukan dalam membangun dan mengembangkannya. Dalam segala bidang kehidupan, Rasulullah melaksanakan essensi dari pokok-pokok kehidupan suatu negara dan ummat, yang dalam kehidupan demokrasi beberapa abad kemudian terkenal dengan istilah: kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan (liberte, egalite, fraternite).

Ajaran Islam memberikan hak-hak kemerdekaan kepada pemeluknya yang menjadi warganegara yang baru dibangun pada masa itu. Kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan melahirkan pendapat dalam pemerintahan senantiasa dikembangkan oleh negarawan yang bernama Muhammad. Di samping itu, baik melalui ketentuan-ketentuan dalam pemerintahan maupun dalam sikap dan pergaulan sehari-hari, beliau mengembangkan ruh dan semangat persamaan serta persaudaraan. Beliau menghapuskan perbedaan-perbedaan karena keturunan, kekayaan, kebangsaan, perbedaan warna, dan kulit serta lain-lain sebagainya, sehingga orang-orang selama ini tersisihkan diberikan kedudukan dan memegang peranan yang penting dalam pemerintahan Islam sesuai dengan pakasitasnya.
Dalam pergaulan dan urusan-urusan keagamaan, seorang yang berkulit hitam dan tadinya pernah menjadi budak seperti Bilal bin Rabah, mendapat kedudukan sesuai dengan kemampuannya dan loyalitasnya. Walaupun kepemimpinan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai utusan Allah (Rasulullah) senantiasa mendapat bimbingan dan petunjuk Ilahi, tapi mengenai pelaksanaan sesuatu hal yang tidak ditetapkan oleh wahyu, beliau selalu bermusyawarah dengan para pembantunya serta para sahabat pada umumnya, sesuai dengan garis-garis yang ditetapkan oleh wahyu Ilahi, yang memerintahkan:”Bermusyawarahlah dengan mereka dalam beberapa urusan.” (QS. Ali Imran III: 159).

Kiat Rasulullah dalam memimpin adalah :

Pertama, sebelum memimpin orang lain, Rasulullah saw. selalu mengawali dengan memimpin dirinya sendiri. Beliau pimpin matanya sehingga tidak melihat apa pun yang akan membusukkan hatinya. Rasulullah memimpin tutur katanya sehingga tidak pernah berbicara kecuali kata-kata benar, indah, dan padat akan makna. Rasulullah pun memimpin nafsunya, keinginannya, dan memimpin keluarganya dengan cara terbaik sehingga Beliau mampu memimpin umat dengan cara dan hasil yang terbaik pula.

Sayang, kita sangat banyak menginginkan kedudukan, jabatan, dan kepemimpinan. Padahal, untuk memimpin diri sendiri saja kita sudah tidak sanggup. Itulah yang menyebabkan seorang pemimpin tersungkur menjadi hina. Tidak pernah ada seorang pemimpin jatuh karena orang lain. Seseorang hanya jatuh karena dirinya sendiri.

Kedua, Rasulullah saw. memperlihatkan kepemimpinannya tidak dengan banyak menyuruh atau melarang. Beliau memimpin dengan suri teladan yang baik. Pantaslah kalau keteladannya diabadikan dalam Alquran, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" (Q.S. Alahzab: 21).

Dalam kehidupannya, Rasulullah saw. senantiasa melakukan terlebih dahulu apa yang ia perintahkan kepada orang lain. Keteladanan ini sangat penting karena sehebat apa pun yang kita katakan tidak akan berharga kecuali kalau perbuatan kita seimbang dengan kata-kata. Rasulullah tidak menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Rasulullah tidak melarang sebelum melarang dirinya. Kata dan perbuatannya amat serasi sehingga setiap kata-kata diyakini kebenarannya. Efeknya, dakwah Beliau punya kekuatan ruhiah yang sangat dahsyat. Dalam Alquran Allah Azza wa Jalla berfirman, "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan" (QS Ashshaf: 3).

Ketiga, kepemimpinan Rasulullah tidak hanya menggunakan akal dan fisik, tetapi Beliau memimpin dengan kalbunya. Hati tidak akan pernah bisa disentuh kecuali dengan hati lagi. Dengan demikian, yang paling dibutuhkan oleh manusia adalah hati nurani, karena itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Rasulullah menabur cinta kepada sahabatnya sehingga setiap orang bisa merasakan tatapannya dengan penuh kasih sayang, tutur katanya yang rahmatan lil alaamiin, dan perilakunya yang amat menawan. Seorang pemimpin yang hatinya hidup akan selalu merindukan kebaikan, keselamatan, kebahagiaan bagi yang dipimpinnya.

Sabda Rasulullah saw. "Sebaik-baik pemimpin kalian ialah yang kalian mencintainya dan dia mencintai kalian. Dia mendoakan kebaikan kalian dan kalian mendoakannya kebaikan. Sejelek-jelek pemimpin kalian ialah yang kalian membencinya dan ia membenci kalian. Kalian mengutuknya dan ia mengutuk kalian." Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa berkhidmat dengan tulus dan menafkahkan jiwa raganya untuk kemaslahatan umat. Ia berkorban dengan mudah dan ringan karena merasa itulah kehormatan menjadi pemimpin, bukan mengorbankan orang lain.

Alangkah indah jika yang kita pikirkan adalah bagaimana berusaha menjadi jalan bagi kebaikan orang lain dan berkhidmat pada orang lain, sehingga tiap hari kita berusaha meraup ilmu agar dapat menjadi jalan hidayah. Pemimpin budiman tidak berpikir apa yang akan dia dapatkan dari umat, tetapi apa yang bisa dia berikan kepada umat. Bayangkan andaikata kita bisa menjadi seorang pemimpin yang menjadi suri teladan yang baik di rumah, di kantor, ataupun di lingkungan sekitar.


KEEMPAT, Rasulullah memberi teladan bagi para pemimpin untuk tidak memilih pemimpin kepada mereka yang memintanya.

“ Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian, kalian mendo’akan mereka dan mereka mendo’akan kalian.”

Lalu bagaimanakah teladan kepemimpinan Rasulullah ?

Teladan kepemimpinan Rasulullah sebagaimana Alquran Surat Ali Imran ayat 159
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

  1. Rasulullah senantiasa bersifat lemah lembut, baik terhadap kawan maupun lawan. Dengan demikian para pemimpin bangsa ini pun harus memiliki sikap kasih dan sayang terhadap rakyat serta belas kasih terhadap konstitusinya.
  2. Rasulullah senantiasa berlapang dada, mudah memaafkan dan memohonkan ampun bagi setiap kesalahan orang lain. Dengan demikian para pemimpin bangsa inipun harus membiasakan diri bersikap lapang dada.
  3. 3. asulullah senantiasa mentradisikan sikap bermusyawarah dalam setiap mengambil keputusan. Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab As-siyasatus syar’iyyah menegaskan : (tidak ada seorang pun yang paling banyak melakukan musyawarah dengan para sahabatnya, selain Rasulullah saw.)
  4. Rasulullah memilih orang-orang yang pas untuk menjadi pemimpin dalam komunitas tertentu: menjadi gubernur, panglima, utusan dst.
  5. Rasulullah saw tidak mengangkat orang yang meminta jabatan sekalipun orang tersebut cakap dan pintar;
  6. Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang rakus terhadapnya. Sebab Rasulullah tidak memberikan jabatan kepada yang meminta adalah sebagaimana sabdanya kepada Abdurrahman ibn Samurah : Wahai Abdurrahman ibn Samurah, Janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika engkau diberi (jabatan) karena meminta, kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu diberi dengan tidak meminta, kamu akan ditolong, dan jika kamu melakukan sumpah, kemudian kamu melihat suatu yang lebih baik, bayarlah kaffarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik.
  7. Rasulullah saw tidak memilih orang-orang yang lemah atau tidak mampu mengemban amanah sebab dikhawatirkan akan mensengsarakan rakyat;
  8. Belau bersabda : Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.
  9. Allah dan Rasul-Nya menganjurkan ummat untuk mengingatkan pemimpinnya yang zalim.

"Sesungguhnya Allah ridha untuk kalian tiga perkara dan benci untuk kalian tiga perkara: (1). Allah ridha untuk kalian agar kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. (2). Agar kalian seluruhnya berpegang teguh dengan agama Allah dan janganlah kalian berpecah belah. (3). Hendaklah kalian saling memberikan nasehat kepada orang-orang yang mengurusi urusan kalian (yakni penguasa kaum muslimin). -Dan Allah benci untuk kalian tiga perkara- : (1). Qiila wa Qaal (dikatakan dan katanya), (2). banyak meminta dan bertanya, dan (3). menyia-nyiakan harta." (HR. Muslim)

Demikian gambaran umum Teladan Rasulullah dalam berbagai posisi dalam kehidupan dunia. Tak ada alasa untuk tidak mengikutinya, minimal tidak membantahnya dengan membuat teladan lain atau melakukan bid'ah yang tidak ada dasar teladannya.

RENUNGAN

Secara terbuka kita dipertontonkan hal-hal yang dianggap baik namun meracuni. Setiap saat diberbagai media, baik televisi, surat kabar maupun situs-situs online tentang bagaimana gamblangnya menyuguhkan hal-hal yang tabu untuk ditonton maupun karakter fisik secara pribadi maupun kelompok tentang watak-watak yang tak seharusnya dipertontonkan. Alasannya klise, yakni keterbukaan.
Penangkapan pengguna sabu, percaraian dikalangan artis, pengrusakan, pembunuhan

Begitu seringnya kita disuguhkan dalam berbagai media, baik televisi, surat kabar maupun situs-situs online tentang bagaimana gamblangnya menyuguhkan hal-hal yang tabu untuk ditonton maupun karakter fisik secara pribadi maupun kelompok tentang watak-watak yang tak seharusnya dipertontonkan. Alasannya klise, yakni keterbukaan. Semuanya ini perlu dipikir dengan serius, jangan hanya memikirkan keuntungan secara materi kerana informasi yang ditayangkan akan menjadi renungan dan model kepada pembaca, terutamanya anak-anak yang sedang meningkat dewasa.

Ada juga orang yang berpendapat bahawa setiap orang boleh memilih apa yang patut dan baik untuk dilakukan. Untuk menonton film yang mempamerkan manusia separuh telanjang ataupun menonton forum-forum yang memberi manfaat ataupun didikan agama. Begitu juga dengan surat khabar, terserah pembaca ingin membaca berita-berita ilmiah ataupun cerita gosip artis tentang perceraian, penggunaan sabu dan lain sebagainya. Ini keterbukaan, demikian alasannya.

Dalam prilaku sehari-hari kita akan mempelajari, secara langsung ataupun tidak langsung bahawa manusia itu lebih suka mengejar sesuatu yang bersifat fisik, yang kelihatan dapat dibuktikan, dirasa dan dipertontonkan. Kita kurang berupaya untuk menimbang tentang sebab musabab dan akibat daripada perbuatan yang dilakukan, yang menjadi sebahagian daripada budaya hidup mereka.

Hal-hal demikianlah yang akan melahirkan manusia yang lidahnya mengaku keesaan Allah, dan pengikut Muhammad, tetapi dalam prilakunya mereka tidak mempercayai dan membelakanginya. Innalillahi wa inna illaihi raji’un.

Masyarakat sekarang sudah mengambil suatu budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita, oleh karena itu mereka terpengaruh dengan kebiasaan yang buruk melalui berbagai pengaruh baik media elektronik, style, dan gaya hidup yang serba lebih ke modern-modernan. Perkembangan teknologi dan budaya membuat sebagian orang di Indonesia menyalahgunakannya dengan berbagai kemauan dan kehendak mereka sendiri. Jadi, ada baiknya kita bisa memilih bagaimana budaya, teknologi dan lain sebagainya berguna bagi kita dan orang lain. Untuk memilih segala hal yang masuk dan mempengaruhi bidaya masyarakat, khususnya kepada pribadi diri sendiri pada hakikatnya dimuai dengan memahami acuan baku dari yang baik dan membaikan, dan acuan baku tersebut tidak lain adalah agama dengan pendidikan moralitas yang sempurna.

Pendidikan moral adalah usaha yang dilakukan secara terencana untuk mengubah sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan agar mampu berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai moral dan kebudayaan masyarakat setempat. Pendidikan moral bukan sebatas pendidikan disekolah dengan objek anak didik, namun pada semua masyarakat dari berbagai strata. Tak ada pendidikan moral yang lain selain dalam kerangka pendidikan agama yang benar dengan teladan-teladan yang baik dan membaikan.

Jika itu yang terjadi Insya Allah keberhasilan akan dapat dicapai dengan benar dan dibenarkan. Dan sesungguhnya itulah KEBERHASILAN YANG HAKIKI.










Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan