Menteri Keuangan merevisi ketentuan pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak bagi kementerian/lembaga. Persetujuannya hanya dimintakan untuk kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan nilai di atas Rp10 miliar.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.193/PMK/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multi Years Contract) Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Aturan itu terbit dan efektif berlaku pada 1 Desember 2011. Beleid tersebut merupakan revisi atas PMK No. 56/PMK.02/2010, yang sebelumnya mewajibkan setiap kontrak tahun jamak atas pekerjaan yang didanai dari APBN mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
"Kontrak tahun jamak untuk kegiatan yang nilainya di atas Rp10 miliar harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan," tulis Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo dalam PMK yang diperoleh Bisnis, hari ini.
Persyaratan tersebut, kata Menkeu, dikecualikan untuk kontrak tahun jamak yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman atau hibah luar negeri (PHLN). Revisi kebijakan dipandang perlu guna menyelaraskan dengan pelaksanaan Peraturan Presiden No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Apabila pada ketentuan sebelumnya persetujuan kontrak tahun jamak tidak dapat diberikan untuk proyek yang tidak tuntas dalam satu tahun anggaran, maka dalam PMK. No. 193/PMK/2011 tidak dijelaskan.
Intinya, permohonan persetujuan harus diajukan oleh pimpinan K/L kepada Menkeu dengan melengkapi surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM).
Kuasa pengguna anggaran juga harus melampirkan surat pernyataan yang menekankan bahwa sisa dana yang tidak terserap dalam tahun bersangkutan tidak akan direvisi untuk digunakan pada tahun anggaran yang sama. Menkeu menjanjikan proses persetujuan akan diselesaikan oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat dalam 7 hari sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.
Menkeu bisa memberikan persetujuan perpanjangan kontrak tahun jamak dalam kondisi tertentu yang menyebabkan tertundanya penyelesaian.
Seperti dalam keadaan kahar, yang meliputi bencana alam, bencana non-alam, pemogokan, kebakaran, dan/atau gangguan industri lainnya.
Revisi yang mempermudah pelaksanaan anggaran tahun jamak ini merupakan respons sejumlah masukan kalangan masyarakat.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan proyek tahun jamak berpotensi terhambat atau berhenti total selama mempersyaratkan persetujuan menteri keuangan dalam pelaksanaannya.
Untuk itu, perlu ada tambahan pasal dalam Undang-Undang No.17/2003 tentang Keuangan Negara yang menjamin tidak ada pembatalan dari kontrak tahun jamak pada tahun anggaran berikutnya oleh menteri keuangan.
"Kalau selama ini kan tidak ada jaminan yang pasti (proyek multiyears) bisa terlaksana padatahun anggaran berikutnya. Untuk UU No.17/2003 harus direvisi dengan menambahkan pasal khusus yang menegaskan, kalau proyek sudah disetujui (pada tahun berjalan) tidak bisa dibatalkan pada tahun berikutnya," tegas Harry, baru-baru ini.
sumber: LKPP
Share This
Like This