tav

13 June 2013

Anomali Sebuah Konsep


Sebenarnya ini hanya sekedar curahan hati saya atas ketidakpuasan terhadap sebuah keputusan yang saya anggap menyimpang. Biarlah dianggap subyektif yang penting inilah pendapat saya.

Hari ini kami mencoba membuat sebuah perubahan. Perubahan yang kami rasa tentunya akan membawa menuju suatu perbaiakan. Kami mencoba memberikan sentuhan-sentuhan inovasi dalam sebuah konsep. Mencoba menekankan bahwa seperti apa konsep yang sebenarnya mampu mempertahankan segala nilai dan tujuan dasar dari sebuah kegiatan.

Kami melihat suatu pola yang jika dilihat dari tahun ke tahun selalu seperti itu. Seperti itu yang seperti apa? Yaitu bahwa apa yang menjadi dasar dari sebuah konsep itu selalu sama. Menanamkan supremasi kepada kepada sebuah kelompok. Padahal fakta di lapangan menunjukkan bahwa konsep acara selalu melibatkan pihak luar yang di dalamnya sudah sepantasnya memeberi andil yang sejajar dengan mereka. Kami menekankan pada semua kegiatan yang pada dasarnya melibatkan banyak pihak dan memiliki tujuan yang sama. Ketika budaya supremasi per kelompok itu mengakar, bagaimana peran aktif pihak yang lain? Seakan ada perbedaan hak? DITANYAKAN?

Kemudian apa yang mungkin terjadi dengan kondisi semacam ini? Nantinya kita akan melihat sebuah anomali semu dalam penerapan konsep tersebut. Sebuah konsep yang hanya mendasarkan ego tidak mungkin bisa merepresentasikan esensi dasar yang  sering digembar-gemborkan pada jargon-jargon yang mereka keluarkan.

Pada awalnya, kami kaum primitif yang ingin mencoba mengambil sisi positif dari semua konsep yang telah ada. Mencoba mengadopsi dan mengaplikasikannya dalam sebuah konsep baru yang tidak melenceng dari tujuan dasar. Namun, mungkin ada anggapan lain yang melihat bahwa kami hanyalah penjiplak ide kreatif mereka. sungguh riskan ketika banyak orang mengatakan bahwa bicaralah secara mendasar, kemudian berilah solusi yang konkret, jangan selalu menyatakan segala sesuatu secara normatif. Menanyakan hal-hal teknis yang sebenarnya tidak perlu. Bukan tidak perlu sih, bertanya sesuatu secara teknis itu memang penting, dan saya yakin pertanyaan yang mereka ajukan itu tidak 100% membutuhkan jawaban. Mereka hanya ingin menguji seberapa besar kemampuan kami.

Lagi-lagi, kembali pada hakikat sebuah konsep. Bagaimana sebuah konsep bisa terlaksana dengan baik dan tujuan awal dari konsep tersebut bisa tersampaikan serta tercapai dengan minimal yang maksimal? Itu semua harus dipikirkan dengan baik dan mendasar. Jangan kita terpaku pada penilaian yang subjekjtif terhadap segala sesuatu. Sebuah konsep juga tidak boleh hanya mengedepankan inovasi. Jangan kita terbuai dengan berbagai inovasi sehingga kita melupakan seberapa besar kemampuan kita untuk mewujudkan inovasi tersebut. Kita boleh optimis, tapi juga harus realistis. Jangan buat konsep itu menjadi seolah anomaly yang nantinya akan menimbulkan ketidakjelasan kemana arah dan tujuan konsep itu akan dijalankan.


Share This


Like This

2 comments :

  1. Membiasakan yang benar sangat berat di saat kita memiliki lingkungan yang telah terbiasa dengan membenarkan sesuatu hal yang telah bisa hal ini disebaban karakteristik serta budaya kita yang menganggap 1. suatu kebiasaan yang biasa di lakukan adalah aturan yang tersirat secara tidak langsung merupakan aturan yang baku 2. dan Perubahan atau aturan yang baru ada hal yang tabu untuk diimplementasikan serta diikuti

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas/Pak/ibu Jinggo yang baik.

      Itulah tugas kita. MEMPERBAIKI. Memang yang benar itu pasti dan selalu dikelilingi yang kurang benar. Namun apa kita mesti terkontaminasi jika kita sendiri paham akan ketidakbenaran?
      Saya hanya BELAJAR berusaha, namun hasilnya semua kewenangan Yang Kuasa. Paling tidak Dia Tahu saya bukan pelaksana dari lingkaran yang tidak baik.

      Terima kasih

      Delete

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan