Kenaikan Bahan Bakar Minyak bulan Juni 2013 ini sama dengan kenaikan BBM yang dulu-dulu-dulu (sampai 3 kali karena keseringan), akan mengakibatkan dampak PENTING dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Dilematis memang bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan menaikan “tiara pasar” ini. Apalagi kenaikan BBM kali ini berbarengan dengan Ramadhan dan Idul Fitri.
Fantastik. Itu kata yang sering terucap untuk meredakan kegalauan memikirkan biaya belanja keseharian dan membusungkan dada agar siap menghadapinya. Kekhawatiran-kekhawatiran yang melanda masyarakat sangat wajar mengingat tingkat ekonomi masyarakat kita cukup rendah. Tapi kekhawatiran- kekhawatiran tersebut sudah sering kita alami dan hasilnya “biasa-biasa saja” tanpa gejolak yang signifikan. Hal ini disampaikan bukan karena setuju atau tidaknya akan kenaikan BBM namun lebih kepada sikap bahwa masalah ini akan menjadi masalah biasa-biasa saja karena pengalaman kenaikan BBM sudah sering kita alami. Kekhawatiran yang bersipat temporary ini seyogyanya tidak disikapi dengan perbuatan-perbuatan yang akan mengakibatkan keadaan menjadi tidak kondusif.
Memang BBM ibarat darah pada tubuh, jika darah mengalami masalah, maka akan mengakibat masalah/sakit pada seluruh badan. Effek domino yang disebabkan kenaikan BBM terlalu besar dan melanda seluruh aspek ekonomi termasuk dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sesuai dengan Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012 bahwa HPS disusun paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran.
Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan, dengan mempertimbangkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kalau kenaikan BBM terhitung tanggal 17 Juni 2013 maka kenaikan barang dipasar bisa jadi mendahului sebelum tanggal 17 Juni 2013. Prilaku umum yang menjadi sesuatu tradisi, menaikan sebelum disuruh naik.
Mengacu pada pasal 66 Perpres 54 Tahun 2010 tersebut maka sudah selayaknya PPK dan pejabat dibawahnya me-review harga satuan barang dan jasa yang sudah terlanjur menjadi RAB dan BQ untuk paket pekerjaan yang belum dilelang. Hal ini dianggap penting mengingat harga patokan sebelum kenaikan BBM menjadi tidak sesuai dan visible untuk diberlakukan.
Jika hal ini tidak di re-view maka akan ada konsekuensi ( dengan mempertimbangkan HPS dibuat paling lama 28 hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi ) terhadap hal-hal yang harus ditanggung namun tidak terbatas pada :
Fantastik. Itu kata yang sering terucap untuk meredakan kegalauan memikirkan biaya belanja keseharian dan membusungkan dada agar siap menghadapinya. Kekhawatiran-kekhawatiran yang melanda masyarakat sangat wajar mengingat tingkat ekonomi masyarakat kita cukup rendah. Tapi kekhawatiran- kekhawatiran tersebut sudah sering kita alami dan hasilnya “biasa-biasa saja” tanpa gejolak yang signifikan. Hal ini disampaikan bukan karena setuju atau tidaknya akan kenaikan BBM namun lebih kepada sikap bahwa masalah ini akan menjadi masalah biasa-biasa saja karena pengalaman kenaikan BBM sudah sering kita alami. Kekhawatiran yang bersipat temporary ini seyogyanya tidak disikapi dengan perbuatan-perbuatan yang akan mengakibatkan keadaan menjadi tidak kondusif.
Memang BBM ibarat darah pada tubuh, jika darah mengalami masalah, maka akan mengakibat masalah/sakit pada seluruh badan. Effek domino yang disebabkan kenaikan BBM terlalu besar dan melanda seluruh aspek ekonomi termasuk dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sesuai dengan Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012 bahwa HPS disusun paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran.
Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan, dengan mempertimbangkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kalau kenaikan BBM terhitung tanggal 17 Juni 2013 maka kenaikan barang dipasar bisa jadi mendahului sebelum tanggal 17 Juni 2013. Prilaku umum yang menjadi sesuatu tradisi, menaikan sebelum disuruh naik.
Mengacu pada pasal 66 Perpres 54 Tahun 2010 tersebut maka sudah selayaknya PPK dan pejabat dibawahnya me-review harga satuan barang dan jasa yang sudah terlanjur menjadi RAB dan BQ untuk paket pekerjaan yang belum dilelang. Hal ini dianggap penting mengingat harga patokan sebelum kenaikan BBM menjadi tidak sesuai dan visible untuk diberlakukan.
Jika hal ini tidak di re-view maka akan ada konsekuensi ( dengan mempertimbangkan HPS dibuat paling lama 28 hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi ) terhadap hal-hal yang harus ditanggung namun tidak terbatas pada :
- Kemungkinan besar Paket pekerjaan tidak ada yang berminat karena nilai HPS sudah tidak sesuai dengan pasar sehingga bisa jadi pelelangan gagal.
- HPS tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga dokumen pengadaan menjadi tidak layak karena bertentangan dengan aturan yang berlaku;
- Kemungkinan besar jika paket tetap dilelang maka akan terjadi pelanggaran-pelanggaran yang terintegrasi berkaitan dengan volume pekerjaan yang pada akhirnya akan mengurangi kualitas pekerjaan.
Pengadaan yang kridibel sejahterakan bangsa
Share This
Like This
No comments :
Post a Comment
Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan