tav

25 March 2015

Sulitnya memposisikan diri sebagaimana mestinya


Predikat berisikan tanggungjawab yang harus ditunaikan sepanjang predikat itu melekat pada seseorang. Sungguh satu urusan yang sangat berat baik dari sisi hukum terlebih dari sisi substansi.

Menjadi seorang hamba adalah salah satunya. Belum lagi predikat lain yang harus disandang oleh seorang hamba baik itu posisi sebagai suami, istri, anak dan lain sebagainya. Bukan perkara mudah, konon lagi menambah predikat lain. Oleh karena itu, mungkin menjadi sebab salah satunya kita dilarang meminta predikat atau jabatan.

“Demi Allah, kami tidak akan mengangkat seorang pun yang meminta sebagai pemimpin atas tugas ini dan tidak juga kepada seorang yang berambisi memperolehnya”. HR. Abu Musa RA.

Tanggungjawab yang harus dilaksanakan terkadang terjadi tumpang tindih hingga sebagian diantara kita mengabaikan sebagaian lainnya. Karena itu kewajiban maka sekalipun terjadi tumpang tindih ia-nya tetap harus dilaksanakan. Disinilah perlunya bersikap dalam mendahulukan dari yang dibelakangkan. Istilah kerennya adalah fardhu ‘ain yakni fardhu dahulu diatas fardhu.

“Jikalau kamu sedang mengantuk, dan ingin melaksanakan shalat, maka tidurlah dahulu sampai hilang kantuknya. Karena jika seseorang shalat dalam keadaan sangat mengantuk, (dikhawatirkan) ia tidak sadar jikalau ia meminta ampunan (istighfar) tetapi memaki-maki dirinya”. HR. Bukhari Muslim

Dalam hadist di atas jelas perintah mendahulukan tidur daripada mendirikan sholat. Mendahulukan tidur bukan berarti menggugurkan sholat namun membelakangi (menempatkan) sholat setelah tidur. Ini satu contoh yang sederhana dalam menempatkan kewajiban satu dengan kewajiban lainnya. Bisa jadi sederhana karena menyangkut diri sendiri, bagaimana jika kewajiban tersebut menyangkut orang lain ?

Misalnya kewajiban seorang suami terhadap istri dan sebaliknya atau kewajiban pemimpin terhadap bawahannya dan sebaliknya, tentu tidak sesederhana sebagaimana perumpamaan di atas.
Meski demikian tetaplah bukan perkara mudah, karena dalam kenyataannya banyak sekali mereka-mereka yang mengabaikan kewajiban satu karena kewajiban lainnya.

Yang pasti TIDAK ADA dua kewajiban yang dilaksanakan secara bersamaan. Sebab itu pilihlah yang harus dipilih dahulu di atas pilihan lainnya.
  • Menjadi seorang anak yang baik dihadapan ibu bapak LEBIH MULIA daripada menjadi pemimpin apapun;
  • Menjadi istri yang baik dihadapan suami LEBIH MULIA daripada menjadi pemimpin dimanapun;
  • Menjadi bawahan yang baik dihadapan pemimpin LEBIH MULIA daripada memimpin siapapun;
  • Menjadi suami yang baik bagi seorang istri LEBIH MULIA daripada menjadi seorang raja bagi siapapun.
Kemuliaan yang disandangkan oleh Allah melebihi kemulian yang disandangkan oleh siapapun.

Itu teorinya ! Bagaimana realisasinya ?


(@fa'tabiru ya ulil albab)

Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan