tav

20 May 2013

Antara Tanggungjawab, Idealisme dan Loyalitas

Tulisan ini merupakan penekanan dan tindaklanjut dari tulisan sebelumnya (Pejabat Pengadaan, Antara Idealis dan Loyalis) namun saya buat lebih general untuk semua personil yang masuk di dalam proses pengadaan barang dan jasa pada K/L/D/I .
Menurut pengamatan penulis (persepsi), ada dua unsur mengapa seorang PNS terlibat didalam proses pengadaan barang dan jasa dalam lingkungan pemerintah yaitu “permintaan dari Lembaga” dan “permintaan dari personil”.

Permintaan dari lembaga saya maksudkan lebih karena personil memenuhi persyaratan dan kemampuan sedangkan “permintaan dari personil” lebih kepada tendensi personal dengan latar belakang yang sangat beragam, namun tanpa dilengkapi dengan unsur kemampuan dan pemenuhan persyaratan.Ini memang sebatas persepsi penulis namun bisa dipertanggungjawabkan dengan pengalaman dan keterlibatan dan bukan semata like atau dislike terhadap keterlibatan seseorang.

Judul di atas lebih kepada seseorang yang masuk pada lingkup “permintaan dari Lembaga”. Disinilah letak tanggungjawab, idealisme dan loyalitas dipertaruhkan.

Semua unsur tersebut masuk pada kreteria Integritas yang merupakan syarat mutlak seorang terlibat didalam proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa baik sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan, Unit Layanan Pengadaan (ULP), Kelompok Kerja (Pokja), Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dan jabatan lain yang terikat didalam proses pengadaan.

Integritas-lah sebagai unsur memilah mana yang harus dilaksanakan, mana yang mesti dihindari dan mana yang mesti dikoordinasikan dengan tidak mengabagai unsur prinsip-prinsip pengadaan.

Enam belas tahun berkecimpung didalam proses pengadaan mulai dari Anggota, Sekretaris sampai Ketua Panitia Lelang, mulai dari anggota pokja sampai sekretaris pokja dan sekretaris ULP, sungguh proses pembentukan karakter yang cukup lama dengan “guru” yang kejam dan galak (kondisi dan emosi).
Banyak pelanggaran yang dilakukan dengan “sengaja” dengan dalih “kepentingan yang lebih luas” (loyalitas). Juga banyak pelaksanaan yang baik (idealisme) yang dilakukan dengan “menantang” hingga dianggap disersi (tanggungjawab).

Kontradiksi dalam pengambilan keputusan berbaur antara objektifitas dengan subjektifitas, mengerti dan pura-pura mengerti, paham dan dianggap paham.

Penguasaan akan regulasi mungkin bisa dianggap simple karena berbentuk redaksional dan bisa dipertanyakan. Namun penguasaan suasana agar kondusif dan solid diantara anggota panitia dan/atau pokja hampir selalu gagal karena unsur “permintaan dari Lembaga” dan “permintaan dari personil” yang bersatu.
Ibarat air dan minyak yang tak akan menyatu walau didalam satu kaleng atau botol, demikian juga didalam kelompok/panitia yang berbagai macam karakter dan kepentingan berbaur.

Salah satu unsur yang senantiasa mengelinding adalah kerahasiaan proses. Kerahasiaan memang menjadi “binatang liar” yang susah dipegang diantara personil. Hal ini selalu terjadi karena cendrung ada anggota yang berkeinginan dan kepentingan. Hal ini mutlak disebabkan aturan dan mekanisme pengangkatan tidak sesuai dengan juklak payung hukum.

Mengundurkan diri memang bukan alasan yang tepat namun memaksakan diri juga bukan solusi yang baik jika kondisi tidak kondusif dan cendrung menjadi karakter dan mainset yang mengarah kepada sesuatu yang tidak baik dan melanggar mekanisme. Sementara perbaikan hampir tidak pernah terjadi walau pada kenyataan sudah salah dan menyesatkan. Berbagai usaha perbaikan namun selalu kandas pada kekuasaan sehingga bagai “berteriak tanpa suara”, atau “luka yang tak berdarah”.

Akhirnya, dengan bismillah, terbitlah surat pengunduran diri yang telah direkayasa oleh keadaan dan pemikiran matang. Dengan pertimbangan terjelek.
Hasilnya, DILARANG dengan ancaman DIBERHENTIKAN karena dianggap DISERSI.

Ya Allah ,............. aku berserah dengan rencanaMu

Inilah dilema, seorang yang terikat “kontrak kerja” yang permanen.





Share This


Like This

4 comments :

  1. Anonymous21 May, 2013

    Setuju pak, memang itu bagian dilema panitia atau pokja. Semoga tabah pak. Ikut prihatin

    ReplyDelete
  2. mau dong pak dikasih contohnya, biar dapat menuliskan alasan yang pas

    ReplyDelete
  3. Kondisinya mirip pak, kira2 apa alasan yang tepat mundur dari pokja. Kondisinya anggota pokja tidak solid, masing2 dgn kepentingan pribadi.

    ReplyDelete

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan