tav

22 December 2014

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 tentang PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, definisi dari Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual , psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Pembicaraan tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Ka-De-eR-Te) menjadi topik yang belakangan hangat dibicarakan. Media massa, lembaga swadaya masyarakat khususnya yang mengusung isu gender, lembaga bantuan hukum dan lembaga peradilan begitu tersibukkan dengan topik yang sebenarnya lama ini. Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan sebuah undang–undang khusus Anti kekerasan dalam Rumah Tangga.

Pembicaraan tentang KDRT yang terjadi di masyarakat kadang mengandung kebenaran. Tapi tidak jarang bahkan selalu pembicaraan tersebut bermuatan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang luhur. Isu KDRT tidak jauh dari induk semangnya, yaitu isu Hak Asasi Manusia (HAM). Pemahaman akan HAM yang begitu beragam hingga terkadang tabrak-menabrak antara HAM satu dengan HAM kedua bahkan melindas HAM ketiga tidaklah setenar HAM dalam kerangka KDRT. Sehingga ada kalimat yang bijaksana mengatakan "Sesungguhnya isu tentang HAM di berbagai belahan dunia pada zaman ini adalah kalimat haq urida biha bathil (kalimat yang benar, tapi dimaksudkan untuk hal yang salah)''.

Kembali kepada KDTR. Yang menjadi kewajiban seorang muslim adalah kembali kepada petunjuk yang telah digariskan oleh Islam dalam setiap aspek kehidupan. Islam dengan kesempurnaannya tidak melalaikan aspek ini. Kedudukan antara suami, isteri dan anggota keluarga yang lain telah dijelaskan dalam agama kita. Demikian juga dengan hak dan kewajiban serta aturan-aturan yang harus diikuti oleh masing-masing.

Tulisan ini berusaha mendudukkan masalah KDRT pada tempatnya, dengan merujuk kepada Al-Qur`aan dan as-Sunnah dan penjelasan para ulama. Pada hakikatnya, pembicaraan tentang KDRT mencakup hubungan suami dengan isteri, orang tua dengan anak, dan majikan dengan dengan pekerja. Namun tulisan ini hanya akan menyoroti yang pertama saja, yaitu berkenaan hubungan antara suami dengan isteri.



"Laki-laki adalah pemimpin atas perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka (untuk perempuan), sebab itu perempuan yang shaleh adalah yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada bersamanya, sebagaimana Allah menjaganya. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar".

Ayat di atas dapat ditarik kesimpulan :
Pertama. Laki-laki adalah pemimpin atas perempuan. Hal ini bersipat sangat universal sampai kapanpun.
Kedua. Bahwa seorang istri haruslah taat kepada suaminya, sebab perempuan yang menjadi istri adalah perempuan yang telah diserahkan oleh wali (orangtuanya) kepada laki-laki (suami)
Ketiga. Jika dia tidak taat kepada suaminya, maka si suami wajib menasehatinya, dengan cara-cara yang baik dan membaikan. Jika tidak diikuti, suami boleh menakutinya dengan tidak tidur dengannya, namun jika masih tidak mentaati, suami boleh memukulnya. Memukul disini lebih kepada “menasehati” dalam yang lebih tegas seperti marah bahkan memukul pada tempat yang tidak membahayakan dengan maksud memberikan effek jera. Penafsiran dari pengertian nusyuz yaitu : Tindakan yang tidak mencerminkan kesalehan, yang dalam ayat tersebut ditandai dengan dua ciri yaitu : taat kepada Allah dan menjaga dirinya dibalik pembelakangan suami (Ketika suami tidak ada).
Keempat, Jika salah satu cara dapat merubah hingga istri mentaati, cukuplah bagi seorang suami untuk tidak memperpanjang dan melupakan akan ketidaktaatan istrinya.

Dari ayat di atas terlihat begitu sempurnanya Islam dalam memperlakukan seorang perempuan (istri). Hal ini wajib dilakukan terhadap seorang istri yang tidak taat akan perintah suami sepanjang perintahnya tidak mensyaria’atkan Allah dan RasulNya.

"Laki-laki adalah pemimpin atas perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka (untuk perempuan), ". Secara implisif, tugas para suami adalah mengurus para isteri sebagaimana penguasa mengurus rakyat dengan perintah, larangan dan sebagainya”, jadi tahapan yang dilakukan sesungguhnya dalam kerangka mengurusi atau membimbing istri kepada ketaatan kepada Allah SWT mulai dari cara yang lemah lembut hingga cara yang tegas. Disini timbul perbedaan persepsi antara ketegasan dan kekerasan. Islam tidak pernah memerintahkan berbuat tindakan kekerasan terhadap seluruh alam, apalagi dalam rumah tangga.

Di atas telah dibahas tentang kedudukan suami dalam rumah tangga dan tugasnya. Tentunya hal seperti ini memerlukan ketegasan, agar kehidupan rumah tangga bisa berjalan dengan baik, sebagaimana seorang penguasa harus memiliki ketegasan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Tanpa ketegasan, bisa jadi anggota keluarga akan meremehkan aturan-aturan dan norma dalam keluarga. Kehidupan rumah tangga menjadi tidak teratur, sehingga hilanglah hikmah yang dimaksudkan dari disyariatkannya kepemimpinan dalam keluarga. Keberadaan suami dan bapak menjadi tidak ada artinya. Jika hal tersebut yang terjadi suami yang akan diminta PERTANGGUNGJAWABAN oleh Allah atas AMANAH yang telah diterimanya.

Hal ini perlu dipahami, karena "Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan masing-masing akan ditanya tentang tanggungjawabnya. Penguasa adalah pemimpin atas rakyatnya, dan akan ditanya tentangnya. Suami menjadi pemimpin dalam keluarganya, dan akan ditanya tentangnya. Isteri adalah penanggung jawab terhadap harta suaminya, dan akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Pembantu bertanggung jawab atas harta tuannya dan akan ditanya tentangnya,"

Ketegasan yang dilakukan suami dan kepala keluarga harus melihat kepada manfaat dan permasalahan yang terjadi. Juga jangan sampai berlebihan, sehingga justru berbuah kekerasan. Jadikanlah ketegasan tersebut sebagai obat dalam mencegah munculnya nusyuz dan pelanggaran syari'at dalam rumah tangga. Jangan sampai suami membiarkan istri berbuat pelanggaran agama hanya dengan dalih khawatir melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sebab membiarkan istri berbuat maksiat tanpa ada teguran dan tindakan terapinya merupakan perbuatan tercela dan diancam Allah dengan siksaan yang berat. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un

Ketegasan kadang mengandung unsur kekerasan. Dalam batas-batas tertentu, unsur kekerasan tersebut dibolehkan secara syar'i. Ketegasan yang dimaksud, yaitu sikap tegas yang dalam Islam boleh dilakukan untuk mengatur kehidupan rumah tangga, meskipun kadang mengandung unsur kekerasan namun tetap dalam batas tertentu dengan tujuan memberikan effek jera dalam membimbing kepada ketaatan kepada Allah SWT.

Sebagai penutup, saya coba menggambarkan betapa ketaatan pada Allah dan Rasulnya (agama) dikalahkan oleh kebiasaan dengan embel-embel HAM
  1. Begitu banyaknya dan sudah menjadi satu “kebiasaan” seorang istri “lebih” suka berdandan jika berada diluar rumah daripada berada didalam rumah;
  2. Begitu banyaknya dan sudah menjadi satu “kebiasaan” seorang istri “lebih” memilih mendengar nasehat dalam tabliq dari para penceramah daripada mendengar suaminya;
  3. Begitu banyaknya dan sudah menjadi satu “kebiasaan” seorang istri “lebih” lemah lembut berbicara kepada atasannya daripada berbicara dengan suaminya;
  4. Begitu banyaknya dan sudah menjadi satu “kebiasaan” seorang istri “lebih” senang di Mall daripada senang di rumah suaminya;
  5. Begitu banyaknya dan sudah menjadi satu “kebiasaan” seorang istri “lebih” ingat minta ijin atasanya jika ingin keluar kantor daripada minta ijin suaminya jika ingin keluar rumah;
  6. Begitu banyaknya dan sudah menjadi satu “kebiasaan” seorang istri hanya memberitahukan kepada suaminya BUKAN memohon ijin kepada suaminya;
  7. Istri lebih sering khawatir mendapat ancaman atasannya daripada ancaman suaminya;
  8. Istri lebih sering khawatir dikucilkan tetangga dan rekan kerjanya daripada dikucilkan suami didalam kamar tidurnya;
  9. Istri lebih sering khawatir dan takut akan kekurangan harta dunia daripada kekurangan akhlak dimata suaminya;
  10. Dan banyak lagi yang lainnya semata-mata karena adanya HAM dan emansipasi yang tak pernah diantisipasi;

Kesimpulan :
  1. Agama adalah peraturan yang sempurna dalam mengatur seluruh peri kehidupan. Sedangkan aturan yang dibuat manusia hanyalah bentuk real ajaran agama yang disesuaikan dengan kondisi yang berlaku dan bersipat kondisional;
  2. Utamakan yang sempurna diatas semua yang disempurnakan olehnya;
  3. Jangan sempurnakan sesuatu yang sudah disempurnakan Tuhan, karena kita bukan Tuhan dan jangan tunjukan dengan perbuatan adanya Tuhan Tandingan;
  4. Islam sangat memuliakan perempuan, terlebih terhadap Istri. Sebagaimana Islam memuliakan, maka sudah menjadi kewajiban seorang suami untuk memuliakan seorang istri

Sepatah kata temanku "muliakanlah istrimu niscaya kita akan dimuliakan olehnya"


Semoga bermanfaat


Share This


Like This

No comments :

Post a Comment

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan