tav

12 February 2015

Pejabat Pengadaan atau Pengadaan Pejabat

Di dalam peraturan Presiden yang memayungi proses pengadaan barang/Jasa Pemerintah, pejabat pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing.

Pengadaan merupakan fungsi yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Baik dilihat dari besaran porsi anggaran atau dari banyaknya kasus pengadaan yang terjadi. Akibat dari pengadaan yang tidak diatur dengan baik, maka bermunculan banyak kasus di bidang pengadaan. Mengetahui dan Mengingat alokasi dana yang cukup besar untuk pengadaan barang/ jasa, maka sudah sepantasnya hasil yang didapat juga harus maksimal.

Dalam beberapa hari ini diskusi mengenai Pejabat Pengadaan sangat intens khususnya mengenai tugas dan wewenangnya dalam melaksanakan proses pengadaan langsung dan fenomena dalam pelaksanaannya. Hiruk pikuk proses yang mewarnainya semakin berwarna dikarenakan banyaknya pejabat pengadaan dalam satu instansi. Oleh karena itu posting kali ini khusus membicarakan mengenai seluk beluk seorang pejabat pengadaan dalam proses pengadaan langsung.

Sesuai dengan Peraturan Presiden yang menyatakan bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Daerah/Institusi lainnya yang menggunakan APBN dan/atau APBD dengan harapan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih yang didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan tata kelola organisasi pengadaan yang kompeten didalamnya. Kompeten disini dimaksudkan agar dalam menyelenggarakan pengadaan barang/jasa pemerintah, pejabat mengetahui dengan pasti akan tugas dan tanggungjawabnya baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat (public service).

Dengan pertimbangan uraian di atas, maka seorang yang menjabat sebagai pejabat pengadaan seharusnya sudah memiliki kompetensi sebagaimana persyaratan di dalam pasal 17 yang juga merupakan persyaratan bagi Pokja ULP. Bentuk kompetensi yang menjadi syarat tersebut terangkum di dalam Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang merupakan tanda bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi dibidang Pengadaan Barang/Jasa.

PEJABAT PENGADAAN DAN FENOMENANYA.

Salah satu tugas dan wewenang pejabat pengadaan yang paling populer sebagaimana yang tertuang di dalam pasal 16 ayat 3 yang menyatakan bahwa Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan. Oleh karenanya pengadaan langsung sangat identik dengan pejabat pengadaan walau sesungguhnya pelaksanaan pengadaan langsung juga dapat dilakukan oleh pokja.

Dengan asumsi setiap pejabat pengadaan telah memiliki kompetensi setelah mengantongi sertifikat pengadaan maka tujuan pengadaan seharusnya dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan prinsip pengadaan. Namun dalam berbagai diskusi pengadaan dan permasalahan yang dihadapi kompetensi tersebut hampir selalu bertolakbelakang dengan maksud kompetensi itu sendiri. MENGAPA ?

Jawabannya tidak lain karena kompetensi berbanding terbalik dengan bukti kompetensi. Minusnya kompetensi yang dimiliki pejabat pengadaan barang /jasa pemerintah berdampak pada Harga Perhitungan sendiri (HPS) dan Harga Beli. Pasalnya, untuk mendapatkan hasil pengadaan barang/jasa yang menguntungkan negara dengan kualitas barang yang dapat dipertanggungjawabkan, perhitungan HPS harus dilakukan secara relevan, dan benar sesuai dengan informasi harga pasar yang bersaing, perhitungan pajak yang tepat dan biaya-biaya lainnya yang terkait langsung dengan pengadaan
barang.

Perlu diperhatikan bahwa Kompetensi Kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Standar yang ditetapkan mengacu pada Standart Kompetensi Kerja Khusus Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah  dalam LKPP RI No.3 Tahun 2011 adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seorang ahli pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/Jasa pemerintah.

Jawabannya hampir jelas, bahwa Kepala K/L/D/I hanya melihat “modal” sertifikat tanpa melihat kualifikasi yang jelas mengenai latar belakang pendidikan atau kompetensi yang dimiliki pejabat pengadaan. Kepala K/L/D/I kemudian langung mengangkatnya menjadi pejabat pengadaan dengan cara menunjuk langsung tanpa seleksi kompetensi. Hal ini menjadi berbeda dengan Kompetensi yang disyaratkan dalam perpres 54 tahun 2010 pasal 17e. Sesuai dengan Perka LKPP mengenai ULP melalui  Perka Nomor 5 Tahun 2012, yang baru diperbaruhi dengan Perka Nomor 2 Tahun 2015, anggota pokja (asumsi sama dengan pejabat pengadaan) diangkat melalui proses seleksi yang dilaksanakan oleh Tim Penilai. Penugasan anggota pokja (pejabat pengadaan) memperhatikan kompetensi dan rekam jejak.

Jelas dan mungkin TIDAK PERLU PENJELASAN bahwa pengangkatan anggota pokja (pejabat pengadaan) tidak cukup sekedar “bermodalkan” sertifikat pengadaan namun lebih kepada mekanisme proses penilaian (seleksi) dengan memperhatikan kompetensi dan rekam jejak. (Pasal 17 Perka No. 5 Tahun 2012). Disamping itu anggota ULP/Pejabat Pengadaan yang ditunjuk harus memahami : tata cara pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan, dan hukum perjanjian/kontrak. (BAB 1 Perencanaan Umum Pengadaan Barang/Jasa (Lampiran l Perpres No. 70/2012))

APA TUGAS SEORANG PEJABAT PENGADAAN DAN APAKAH HARUS ADA PADA SETIAP UNIT KERJA SEORANG PEJABAT PENGADAAN DALAM PROSES PENGADAAN LANGSUNG ?

Tidak ada penjelasan yang baku yang memperbolehkan atau yang melarang PA/KPA mengangkat lebih dari 1 (satu) pejabat pengadaan dalam sebuah Lembaga selama tidak bertentangan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Berkenaan dengan jumlah organisasi pengadaan, di dalam perpres, jumlah personil hanya didasari atas pertimbangan besaran beban tugas pekerjaan dan rentang kendali organisasi. Namun perlu dikembalikan pada tugas dan wewenangnya untuk mengetahui seberapa pentingnya mengangkat pejabat pengadaan.

Bagaimana seharusnya proses pengadaan langsung ?
Siapa yang harus melaksanakannya?

Berawal dari perkembangan asumsi bahwa pengadaan langsung adalah pemilihan dengan nilai maksimal Rp. 200 juta atau seleksi dengan nilai maksimal Rp. 50 juta maka berikut beberapa pertimbangan penjelasannya.
  1. Di dalam peraturan Presiden, pejabat pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing. (Pasal 1 angka 9).
  2. Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan. (Pasal 16 dan 45)
Dengan mengacu pada pasal 1 dan pasal 45 tersebut, secara jelas tidak ada alasan untuk pemilihan paket pekerjaan dibawah Rp. 200 juta atau Seleksi dibawah Rp. 50 juta harus dilakukan oleh seorang pejabat pengadaan. Hal ini ditegaskan kembali di dalam pasal 16 yang menyatakan :
  1. Paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan.
  2. Paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan.
  3. Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pejabat pengadaan hanya melaksanakan proses pemilihan atau seleksi dengan metode pengadaan/seleksi langsung bukan pekerjaan dengan nilai maksimal Rp. 200 juta atau seleksi dengan nilai maksimal 50 juta. Hal ini perlu dipahami agar asumsi yang berkembang tidak salah dan mempersalahkan.

Pengadaan Langsung yang menjadi tugas dan wewenang Pejabat Pengadaan adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/Penunjukan Langsung.
Dalam pasal 36 dinyatakan bahwa Pengadaan Langsung DAPAT dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dengan ketentuan:
  1. teknologi sederhana;
  2. risiko kecil; dan/atau
  3. kebutuhan operasional K/L/D/I;
  4. dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengadaan langsung adalah proses pemilihan atau seleksi yang dilakukan oleh SEORANG PEJABAT PENGADAAN dan memenuhi ketentuan dalam rangka PEMENUHAN KEBUTUHAN bukan KEINGINAN dari K/L/D/I yang berisiko kecil dan/atau teknologi sederhana yang MAMPU dilaksanakan oleh orang-perseorangan dan/atau usaha kecil serta koperasi kecil dengan nilai maksimal sebesar Rp. 200 juta untuk pemilihan dan Rp. 50 juta untuk seleksi. Jika salah satu dan/atau semua ketentuan sebagaimana sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 36 tidak terpenuhi maka metode pemilihan atau seleksi bukan dikategorikan PENGADAAN LANGSUNG meski nilainya masih dibawah Rp. 200 juta.

Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas dapat diperkirakan dalam suatu K/L/D/I berapa jumlah pejabat pengadaan yang diperlukan dan berapa orang yang memenuhi kriteria untuk dapat diangkat menjadi pejabat pengadaan. Hal ini secara implisif telah disampaikan Perpres sebagai solusi jika terjadi kekurangan dan/atau ketiadaan pejabat pengadaan dalam Instansi/lembaga sebagaimana tertuang pada pasa 17 angka (5) : Lembaga/Institusi Pengguna APBN/APBD yang memiliki keterbatasan pegawai yang berstatus Pegawai Negeri, Kepala ULP/anggota Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dapat berasal dari pegawai tetap Lembaga/Institusi Pengguna APBN/APBD yang bukan Pegawai Negeri.

Sebagai referensi perlu tidaknya mengangkat seorang atau beberapa pejabat pengadaan adalah sebagai berikut :
  1. Pasal 1 angka 21 : Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang memuat …….
  2. Pasal 1 angka (9) : Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing.
  3. Pasal 7 menyatakan : Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas (c) ULP/Pejabat Pengadaan
  4. Pasal 8 ayat (1) huruf (d) : PA memiliki tugas dan kewenangan menetapkan Pejabat Pengadaan;
  5. Pasal 16 ayat (3) : Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.
  6. Pasal 17 ayat (2) : Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan …….
  7. Dan lainnya
Dari referensi pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut, diantaranya :
  1. Kelompok Kerja ULP dan Pejabat Pengadaan adalah unsur dari organisasi pengadaan yang memiliki tugas dan kewenangan serta persyaratan yang sama sebagaimana pasal 17. Hal ini ditandai dengan kalimat Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang bermakna sama pada masing-masing unsur;
  2. Pengadaan langsung dilakukan oleh 1 orang pejabat pengadaan dalam satu instansi atau lembaga. Pertimbangan ini didasari oleh ketentuan pada pasal 16 ayat (3) dan pasal 36 huruf (a) yakni Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan untuk memenuhi kebutuhan operasional K/D/L/I;
  3. Jika pengadaan langsung dilakukan oleh beberapa pejabat pengadaan dalam satu instansi atau lembaga maka maknanya berubah menjadi Kelompok Kerja (pokja), karena pokja merupakan kelompok yang beranggotakan beberapa orang yang memenuhi persyaratan yang sama dengan seorang pejabat pengadaan;
  4. Kata pejabat dapat bermakna tunggal atau sendiri. Jika dalam satu instansi/lembaga terdapat beberapa orang pejabat pengadaan maka besar kemungkinan proses pengadaan langsung dapat melebih nilai maksimal tang dipersyaratkan.
Contoh Illustrasi sederhana dalam pengadaan barang habis pakai pada satu Instansi yang memiliki 6 Direktorat dan 24 Sub Direktorat (asumsi masing-masing Direktorat memiliki 4 Sub.Dir) per-bulan












Dari illustrasi di atas dengan memasukan unsur minimal kebutuhan kantor akan terlihat :
  1. Kebutuhan operasional kantor dalam sebuah instansi sebesar 274 juta/bulan untuk 3 jenis barang habis pakai.
  2. Kebutuhan pada setiap Direktorat diasumsikan sama setiap bulannya
  3. Harga Satuan barang diasumsikan sama meski pada pelaksanaannya dapat berbeda karena setiap pejabat pengadaan harus melakukan survey sebelum menetapkan penyedia.
  4. Jika asumsi tersebut dijalankan maka :
    1. Pelaksanaan dapat mengarah pada Pemecahan paket pekerjaan untuk menghindari proses pelelangan karena bentuk dan sipat pengadaan sama;
    2. Pengadaan barang di atas seharusnya dapat dilakukan oleh Pokja dengan satu proses pemilihan sehingga unsur effektif dan effisien dapat dijalankan;
    3. Harga setiap barang dapat berbeda akibat pelaksana survey yang berbeda pada setiap Direktorat;
    4. Dan lain-lain
  5. Dari uraian mulai huruf (a) sampai dengan huruf (d) di atas dapat disimpulkan bahwa akan lebih effektif, effisien dan akuntabel jika dalam satu instansi atau lembaga hanya mengangkat seorang pejabat pengadaan.
  6. Beban tugas yang menjadi tanggungjawab Pejabat Pengadaan dapat disiasati dengan mengusulkan personil pembantu pejabat pengadaan.

Semoga bermanfaat

Share This


Like This

2 comments :

  1. Apakah pembantu pejabat pengadaan dapat honor?setau saya tidak. Kalau banyak kegiatan yangndilakukan oleh instansi dan segera. Tidak masuk akal kalau hanya satu pejabat pengadaan. Kemungkinan anda belum pernah jadi pejabat pengadaan jadinya gak mikir beban kerjanya. Apalagi dengan adanya e purchasing dengan nilai tak terbatas. Mohon dipikir lagi..

    ReplyDelete
  2. Waduh, maaf saya harus sebut anda dengan pak atau ibu ? Tapi dari bahasa saudara/i, saya pastikan saudara seorang laki-laki, selanjutnya saya panggil bapak aja ya. Maaf sebelumnya, saya udah lama tidak buka ini blog, jadi baru sempat sekarang. Mungkin akan lebih elegan kalau ada photo dan namanya agar kita dapat diskusi secara terbuka pak, tapi sudahlah saya dapat memahami bapak saat ini dan mungkin sejak dulu, Coba buka kembali peraturan presidn (kalau tidak tahu perpresnya, silahkan tanya ya pak) pasal 23.

    Saya ingin katakan, kalau Saudara tak mampu menjadi pejabat pengadaan, mundur saja pak, jangan ngotot, bahaya lho. Saya aja mundur setelah 4 tahun menjadi pimpinan pokja pak,

    ReplyDelete

Silahkan menyampaikan pertanyaan, komentar dan saran serta masukan untuk menjadi bagian dalam perbaikan